Akademisi: Skema Batasan Produksi Rokok Buka Risiko Hindari Cukai

Bisnis.com,05 Jul 2022, 13:01 WIB
Penulis: Rahmad Fauzan
Pekerja melinting tembakau di UKM Oryza Group, Desa Tanjung Selamat, Aceh Besar, Aceh, Senin (20/6/2022). ANTARA FOTO / Irwansyah Putra

Bisnis.com, JAKARTA — Skema batasan jumlah produksi sebagai dasar utama penetapan struktur tarif cukai hasil tembakau (CHT) dinilai membuka risiko penghindaran cukai yang membuat penerimaan negara tidak optimal.

Akademisi Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Oce Madril mengatakan dalam penelitian yang dilakukannya sepanjang 2021 menunjukkan ada potensi penghindaran yang bisa muncul dari skema struktur tarif cukai saat ini.

Menurutnya hal tersebut disebabkan oleh lebarnya selisih tarif cukai rokok antara golongan I yang paling tinggi dengan golongan II yang lebih murah.

“Dengan selisih tarif yang lebar antara golongan I dan II, maka pengusaha cenderung memilih masuk dalam golongan II, meskipun sebenarnya secara kemampuan produksi, mereka masuk dalam kategori golongan I," kata Oce via siaran pers, Selasa (6/7/2022).

Dengan kata lain, sambungnya, pengusaha yang masuk dalam golongan II tersebut akan membayar tarif cukai yang jauh lebih murah.

Saat ini, pabrikan dengan produksi lebih dari 3 miliar batang rokok per tahun masuk dalam golongan I. Perusahaan masuk ke dalam golongan II jika produksinya tidak lebih dari 3 miliar batang rokok.

Selain itu, modus lain yang dapat terjadi untuk menghindari membayar cukai tinggi adalah tidak melaporkan produksi secara benar dan faktual. Apalagi jika pengawasan yang dilakukan lemah, maka pelanggaran jenis ini dapat terjadi.

Untuk menghindari potensi kerugian negara, kata Oce, pemerintah dapat mengubah skema jumlah produksi yang menjadi dasar penggolongan pabrikan rokok.

Usulan yang lebih moderat angka produksi 2 miliar dapat dijadikan sebagai ambang batas. Sebelumnya pernah diterapkan untuk semua jenis rokok berdasarkan Permenkeu No. 179/PMK.011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

“Dengan menetapkan batasan jumlah produksi ke angka 2 miliar, maka ambang batas dikembalikan pada kebijakan ambang batas semula,” ujarnya.

Dengan demikian, pabrikan yang memproduksi di bawah 2 miliar masuk dalam golongan II, sedangkan untuk pabrikan dengan produksi lebih dari 2 miliar batang akan masuk dalam golongan I.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini