Meski Rupiah Anjlok, Emiten Konsumer dan Kesehatan Bisa Tahan Banting

Bisnis.com,06 Jul 2022, 17:29 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Uang dolar dan rupiah di Dolarindo Money Changer, Jakarta. Emiten dengan eksposur tinggi terhadap barang impor menjadi yang paling terimbas pelemahan rupiah. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan dengan bahan baku impor yang tinggi, seperti farmasi dan konsumer, tertekan pelemahan rupiah terhadap dolar AS.

Pelemahan rupiah terhadap dolar AS berlanjut pada perdagangan Rabu (6/7/2022). Rupiah sempat menyentuh Rp15.000 terhadap dolar AS sebelum ditutup melemah 0,03 persen atau 5 poin sehingga parkir di posisi Rp14.999 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS pada pukul 15.00 WIB terpantau melemah 0,045 poin atau 0,04 persen ke level 106,27.

Bloomberg melaporkan bahwa dolar AS mencapai level tertingginya dalam 20 tahun terakhir, seiring dengan meningkatnya kekhawatiran investor atas risiko resesi.

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan emiten dengan eksposur tinggi terhadap barang impor menjadi yang paling terimbas pelemahan rupiah.

“Contohnya farmasi di mana hampir 90 persen bahan bakunya impor. Hal ini membuat harga berpotensi mengalami kenaikan,” katanya, Rabu (6/7/2022).

Sebaliknya, emiten dengan kontribusi ekspor yang besar pada pendapatannya akan makin diuntungkan dengan situasi ini. Dia merekomendasikan para investor untuk mencermati saham-saham di sektor consumer non-cyclical dan healthcare.

“Untuk sektor energi perlu diwaspadai juga karena investor masih cemas dengan kondisi saat ini,” lanjutnya.

Di lantai bursa, indeks saham sektor consumer non-cyclical dan healthcare ditutup menguat masing-masing 0,78 persen dan 0,52 persen pada akhir perdagangan Rabu (6/7/2022). Sementara itu, sektor energi terkoreksi 2,00 persen dan sektor industri turun 2,26 persen.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengemukakan risiko pelemahan rupiah bakal makin besar akibat menyempitnya selisih antara suku bunga domestik dan suku bunga internasional.

Dia mengatakan keputusan BI menahan suku bunga acuan bisa menahan menghambat aliran modal asing atau bahkan mendorong modal asing keluar dari indonesia.

“Hal ini tidak hanya menekan harga di pasar saham dan pasar obligasi, tetapi sekaligus juga melemahkan rupiah. Investor asing keluar dari pasar SBN dan juga pasar modal,” lanjutnya.

Pelemahan rupiah, kata Piter, bisa meningkatkan risiko investasi sekaligus menurunkan masuknya investasi asing ke indonesia. Pelemahan rupiah juga meningkatkan potensi inflasi di Indonesia dan mengganggu daya beli masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hafiyyan
Terkini