BI Ungkap 4 Tantangan Transaksi Pembayaran Lintas Negara

Bisnis.com,07 Jul 2022, 18:26 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
ILUSTRASI. Nasabah sedang melakukan transaksi pembayaran menggunakan Scan QRIS./ Dok. CIMB Niaga

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) menilai bahwa terdapat sejumlah hambatan dalam implementasi transaksi pembayaran lintas negara atau cross border payment, terutama soal biaya. Meskipun menghadapi kendala, upaya percobaan implementasi sudah berjalan di Asia Tenggara atau Asean.

Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta menjelaskan bahwa cross border payment akan menjadi salah satu pembahasan dalam pertemuan ketiga tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral atau Finance Minister and Central Bank Governors (PMCBG) Presidensi G20 Indonesia, 15—16 Juli 2022 di Nusa Dua, Bali.

Sistem transaksi itu sedang dikembangkan di Asia Tenggara oleh lima negara besar atau Asean 5, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Namun, menurut Filianingsih, pengembangannya tidak selalu berjalan mulus karena terdapat berbagai tantangan.

"Ada empat hambatan Cross border payment, terutama mahal," ujar Filianingsih dalam konferensi pers FMCBG, Kamis (7/7/2022).

Pertama, menurutnya adalah biaya yang mahal. Pembuatan sistem transaksi lintas negara membutuhkan kesiapan infrastruktur di masing-masing tempat yang biayanya tidak kecil.

Kedua, terdapat perbedaan waktu antar wilayah, terutama jika dua negara terkait terpaut jarak yang sangat jauh. Filianingsih mencontohkan bisa jadi pembayaran berlangsung di negara yang masih berada dalam jam kerja, tetapi penerimanya sudah melewati jam kerja sehingga perbankan sudah tutup.

Ketiga, aspek transparansi kerap menjadi tantangan dalam penyediaan transaksi yang melibatkan lebih dari satu negara. Keempat, aksesibilitas yang kerap terbatas karena belum tentu seluruh masyarakat melek digital.

Meskipun begitu, Filianingsih menyebut bahwa implementasi cross border payment dapat memberikan banyak manfaat, oleh karena itu Asean 5 mengembangkannya.

Adanya local currency settlement membuat transaksi akan terjadi dalam mata uang sendiri, sehingga tidak perlu terjadi proses perubahan kurs yang memakan waktu.

"Biaya transfer akan menjadi lebih murah, pariwisata akan lebih efisien karena tidak usah tukar-tukar mata uang [saat berwisata]. Misalnya di Thailand, scan [saat membayar], harga langsung muncul, kurs langsung muncul, yang dibayarkan bukan dalam bentuk baht, tetapi source of fund kita dalam bentuk rupiah langsung," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini