Harga Komoditas Migas Berpotensi Naik

Bisnis.com,13 Jul 2022, 03:00 WIB
Penulis: Mutiara Nabila
Aktivitas Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) di Perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (14/6/2022). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Harga komoditas energi, termasuk minyak dan gas diperkirakan masih akan mengalami defisit sepanjang 2022, membuat harganya diperkirakan akan terus melambung menjelang musim dingin. Hal ini juga akan membawa angin segar bagi perusahaan minyak dan gas.

Analis Mirae Asset Sekuritas Juan Harahap mengatakan dari pasar komoditas migas masih akan menarik sampai dengan akhir tahun. Berawal dari sisi embargo minyak Rusia yang akan berpengaruh pada suplai minyak global.

Jika diasumsikan tahun lalu ekspor Rusia hilang dan potensi kehilangan bisa sampai 4,7 juta barel per hari atau secara keseluruhan total output di global mencapai 4,8 persen. Jadi yang hilang cukup signifikan.

Dengan adanya pemberlakukan hal ini OPEC melakukan peningkatan produksi untuk Juli dan Agustus sudah disepakati produksi 648.000 barel per hari, dari sebelumnya 432.000 barel per hari.

“Yang patut diperhatikan perbandingan antara produksi dengan target demandnya, di mana gap-nya masih signifikan perbedaannya karena dari sisi OPEC kesulitan lantaran mereka sudah mencapai limit produksi mereka sendiri,” ujar Juan dalam paparan secara virtual, Selasa (12/7/2022).

Hanya Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Irak, dan Kuwait yang masih punya kapasitas untuk mendorong produksi dari estimasi mencapai 4 juta barel per hari untuk 90 hari ke depan. Tapi dengan kehilangan pasokan dari Rusia tetap masih kurang untuk menutupi kehilangan pasokan Rusia.

Selain itu, terkait dengan resesi, kaitannya cukup erat antara perlambatan ekonomi dengan harga komoditas dan sentimennya. Harga komoditas beberapa minggu terakhir mengalami penurunan dalam akibat kekhawatiran pasar terkait translasi penurunan dari sisi demand.

Dibandingkan dengan beberapa resesi sebelumnya pada 2000, 2008, dan 2020, dari segi permintaan minyak mengalami penurunan sepanjang resesi tersebut. Ini bervariasi dari level 1,1 persen pada 2000 dan 2008 sampai 6,8 persen pada 2020.

“Kalau diasumsi sampai di angka berapa defisit pasokan bisa menjadi surplus kita melakukan perhitungan bahwa resesi yang sekarang harus bisa menurunkan permintaan minyak lebih dari 4 persen dari sisi suplai bisa berbalik arah ke surplus,” ungkap Juan.

Dari segi pasokan juga menarik karena bisa menjadi penahan penurunan harga minyak karena defisit pasokan masih akan terjadi. Sementara harga migas masih akan didukung dari kenaikan permintaan bahan bakar menjelang musim dingin

“Kami menyukai sektor migas, melihat pertumbuhan produksi ke depannya yang terbatas, dan membuat harga minyak diharga yang lebih tinggi. Top picks kami Medco [MEDC] dengan rating buy dan target price di 870 dan PGN dengan rating hold dan target harga di 1.585,” ujar Juan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Novita Sari Simamora
Terkini