Makna di Balik Pidato 'Lebih Baik Tidak Ada Pemilu' Surya Paloh

Bisnis.com,28 Jul 2022, 08:15 WIB
Penulis: Surya Dua Artha Simanjuntak
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh berjalan menuju presidensial lounge di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (15/6/2022). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Eksekutif Voxpol Center Research & Consulting Pangi Syarwi Chaniago menilai pidato Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh yang menyatakan lebih baik tidak ada Pemilu merupakan sebuah sindiran.

Menurut Pangi, pidato Surya Paloh merupakan suatu sindiran, khususnya untuk kelompok yang memanfaat identitas demi kepentingan politik.

Surya Paloh sebelumnya menyatakan kekhawatiran akan praktik politik identitas yang berpotensi memecah belah bangsa pada Pemilu 2024. Dia menegaskan lebih baik tidak ada Pemilu jika hanya merusak persatuan dan kesatuan Indonesia.

“Itu kan sama saja dengan majas ya, atau sindiran. Politisi atau elite itu tentu tidak mau menggunakan bahasa yang kasar,” jelas Pangi saat dihubungi Bisnis, Rabu (27/7/2022).

Pangi tak menampik ada kelompok yang sengaja mengarahkan perdebatan politik ke ranah identitas, terkhususnya agama. Mereka sengaja memperkeruh suasana dengan memperdebatkan suatu yang seharusnya sudah selesai, seperti Pancasila dengan agama atau demokrasi dengan agama.

Apalagi, lanjut Pangi, masyarakat Indonesia masih mudah disulut emosinya dengan politik identitas. Oleh sebab itu, Pangi menganggap Paloh ingin agar di Pemilu 2024 tidak ada lagi praktik politik identitas.

“Ini mungkin yang bisa kita maknai apa yang beliau sampaikan bahwa lebih baik tidak apa Pemilu,” ujarnya.

Pangi menambahkan, identitas akan sangat mudah dijadikan komoditas politik ketika hanya ada dua calon presiden (capres) yang bersaingan dalam Pemilu. Oleh karenanya, Pangi juga mengira Paloh ingin Pemilu 2024 tak lagi hanya diperebutkan oleh dua capres saja.

Dalam pidatonya saat menyampaikan orasi ilmiah di Universitas Brawijaya beberapa waktu lalu, Paloh juga mengatakan polarisasi masyarakat saat Pemilu 2014 dan 2019 tidak boleh terulang ulang. Di dua ajang Pemilu tersebut, hanya ada dua pasangan capres yang bersaing.

“Itu bukan bahasa keputusasaan [lebih baik tidak ada Pemilu], tapi bahasa bahwa sinyal enggak boleh lagi ada dua calon presiden, begitu kan,” jelas Pangi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Edi Suwiknyo
Terkini