OJK Perbarui Regulasi BUMN SMF, Buka Keran Kredit Konstruksi Developer Perumahan

Bisnis.com,31 Jul 2022, 23:03 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Warga melintas di dekat logo PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) di Jakarta, Kamis (20/1/2022). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyempurnakan regulasi badan usaha milik negara dengan misi pembiayaan sekunder perumahan di bawah Kementerian Keuangan, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF.

Direktur Hubungan Masyarakat OJK Darmansyah menjelaskan bahwa aturan main baru ini terutama untuk mendukung peranan perusahaan pembiayaan sekunder perumahan (PPSP) dalam merealisasikan mandat-mandat terbarunya.

"Sebelumnya, pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan. Hal ini secara umum memperluas peran dan kegiatan usaha PPSP," ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (31/7/2022).

Sebagai informasi, secara umum SMF beroperasi untuk melayani mitra lembaga keuangan penyalur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari sisi pendanaan. Antara lain, lewat program refinancing atau pembiayaan, serta program sekuritisasi atau penerbitan instrumen Efek Beragun Aset (EBA).

Hal ini bertujuan agar arus kas mereka lebih lancar dalam rangka menyalurkan KPR baru, tidak perlu menunggu pelunasan KPR dari para nasabah yang notabene bisa mencapai belasan tahun.

Sebelumnya, dalam diskusi terbatas bersama media, manajemen SMF mengakui bahwa sejak menerima mandat baru pada akhir 2020, beberapa di antaranya memang belum terealisasi secara optimal karena menunggu kelengkapan peraturan anyar dari OJK.

Sekadar informasi, beberapa mandat baru tersebut, di antaranya pembiayaan buat pengembang atau developer perumahan lewat kredit konstruksi, KPBU Perumahan, pembiayaan sekunder perumahan bagi masyarakat sektor informal atau non fixed-income, serta mulai mengakomodasi Kredit Mikro Perumahan dan KPR Sewa-Beli.

Oleh sebab itu, POJK No. 12 tahun 2022 tentang perubahan POJK No. 4/2018 tentang Perusahaan Pembiayaan Sekunder Perumahan terkini telah mengakomodasi beberapa perubahan tersebut.

Beberapa di antaranya yang terkait hal tersebut, yaitu penambahan kegiatan usaha PPSP, penambahan ketentuan mengenai kriteria dan pencatatan kumpulan aset keuangan, perubahan ketentuan mengenai aset dasar kredit/pembiayaan, perubahan ketentuan mengenai pelaporan pelaksanaan tugas khusus dari pemerintah, dan penyempurnaan ketentuan mengenai penyertaan langsung.

Sebagai gambaran, berdasarkan beleid POJK No. 12 tahun 2022 Pasal 8 ayat 1 huruf B, OJK mengganti kegiatan usaha PPSP yang meliputi 'Penyaluran Pinjaman dan/atau Penyaluran Pembiayaan kepada Lembaga Penyalur KPR' menjadi 'Penyaluran Pinjaman dan/atau Penyaluran Pembiayaan untuk mendukung pembiayaan keberlanjutan kepemilikan, kepenghunian, dan ketersediaan perumahan dan/atau permukiman'.

Begitu juga Pasal 11 misalnya, OJK mengganti ketentuan aset agunan tagihan KPR, di mana merupakan syarat suatu lembaga keuangan memperoleh fasilitas pembiayaan dari SMF.

OJK mengganti salah satu ketentuan agunan yang berbunyi 'berasal dari kredit atau pembiayaan pembelian rumah tapak dan/atau rumah susun', menjadi 'berasal dari kredit/pembiayaan untuk keberlanjutan kepemilikan, kepenghunian, dan ketersediaan perumahan dan/atau permukiman'.

Selain itu, OJK juga mengubah bunyi Pasal 14 ayat 2 terkait perluasan jenis perusahaan yang bisa mendapatkan fasilitas penyertaan langsung dari SMF.

Berdasarkan penjelasan perubahan Pasal 14 ayat 2, OJK menyebut bahwa contoh penyertaan langsung pada badan usaha yang kegiatannya mendukung keberlanjutan kepemilikan, kepenghunian, dan ketersediaan perumahan dan/atau permukiman, adalah penyertaan langsung pada perusahaan pengembang perumahan.

Lainnya, OJK juga menyempurnakan ketentuan terkait struktur organisasi dengan menambahkan fungsi kepatuhan, ketentuan terkait penyisihan penghapusan aset dan cadangan kerugian penurunan nilai, ketentuan mengenai rencana bisnis, dan ketentuan mengenai pengawasan berbasis risiko.

Adapun, penambahan ketentuan, di antaranya terkait pemberlakuan tingkat kesehatan bagi kegiatan usaha PPSP berdasarkan prinsip syariah, ketentuan terkait sanksi administratif, perubahan waktu pelaporan penerapan tata kelola perusahaan yang baik bagi PPSP, perubahan waktu penyampaian hasil penilaian tingkat risiko, serta perubahan jangka waktu pelaporan perubahan alamat kantor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini