OJK Siap Akhiri Era Relaksasi Restrukturisasi Pinjaman, APPI: Kami Siap

Bisnis.com,03 Agt 2022, 15:39 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno (kanan) didampingi Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Maria Y. Benyamin memberikan pemaparan dalam webinar Mid Year Economic Outlook 2022: Prospek Pemulihan Ekonomi Indonesia di Tengah Perubahanan Geopolitik Pascapandemi di Jakarta, Selasa (2/8/2022).

Bisnis.com, JAKARTA - Industri pembiayaan (leasing) percaya diri bahwa berakhirnya era relaksasi terkait restrukturisasi kredit pada April 2023 nanti akan berakhir mulus, karena para pemain terbilang sudah siap.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menjelaskan bahwa pada puncaknya, outstanding restrukturisasi kredit sempat mencapai separuh dari total portofolio industri di kisaran Rp405 triliun per Juni 2022.

"Restrukturisasi pernah mencapai Rp200 triliun lebih, tapi saat ini tinggal 3-5 persen dari total. Artinya, nasabah itu sudah kembali membayar normal atau mengembalikan kendaraannya," ujarnya dalam diskusi virtual Bisnis Indonesia Mid-Year Economic Outlook 2022, dikutip Rabu (3/8/2022).

Suwandi menambahkan bahwa restrukturisasi awalnya memang menjadi momok buat para pelaku dalam industri pembiayaan, terutama karena berefek pada kurang lancarnya arus kas yang masuk. Akan tetapi, kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit dari OJK membuat perusahaan cukup terbantu. Pasalnya dalam relaksasi akuntansi restrukturisasi para debitur tidak terhitung sebagai non-performing financing (NPF), serta tidak wajib dibentuk beban pencadangan seperti seharusnya.

"Itulah kenapa kami sudah sering diingatkan [oleh regulator], apakah nanti setelah masa relaksasi berakhir akan soft-landing atau hard-landing [kerugian membengkak hingga modal tergerus]. Tapi, di perusahaan pembiayaan kami lihat tidak akan berpengaruh besar, karena debitur yang sudah tidak kuat itu lebih banyak menyerah [pengembalian unit]. Selain itu, kebanyakan pemain melakukan pencadangan sesuai ketentuan," tambahnya.

Hal ini sekaligus menanggapi amanah Ketua Dewan Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono beberapa waktu lalu, agar para pemain industri pembiayaan tetap mengawasi kondisi debitur terdampak Covid-19 yang masih memiliki piutang restrukturisasi.

Sebagai informasi, OJK sebelumnya telah memperpanjang periode kebijakan countercyclical dampak pandemi Covid-19 khusus sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), dari sebelumnya berakhir pada April 2022 menjadi berakhir pada April 2023.

Oleh sebab itu, menurut Ogi, pelaku harus rajin melakukan pemantauan berkala terhadap debitur restrukturisasi aktif, serta memiliki data yang lengkap dan akurat, untuk mengantisipasi skenario pemburukan yang mungkin terjadi pasca berakhirnya relaksasi.

Sebagai informasi, kebijakan restrukturisasi dari pelaku multifinance kebanyakan berupa kesepakatan penangguhan pembayaran cicilan, mengakomodasi perpanjangan tenor, atau memungkinkan debitur hanya membayar cicilan pokok terlebih dahulu dalam jangka waktu tertentu.

Direktur Sales & Distribusi PT Mandiri Tunas Finance (MTF) William Francis menjadi salah satu yang optimistis bahwa masa restrukturisasi akan berakhir mulus karena kebanyakan kondisi perekonomian debitur sudah lebih baik.

"Pada puncak permintaan restrukturisasi, outstanding-nya itu besar sekali, sampai sekitar 30 persen dari portofolio kami. Sekarang, outstanding debitur MTF yang masuk dalam kategori restrukturisasi aktif tinggal sekitar Rp400 miliar per Juni 2022," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (3/8/2022).

Sebagai gambaran, debitur restrukturisasi MTF sebelumnya didominasi debitur-debitur segmen fleet atau mobil operasional usaha, angkutan perjalanan, kendaraan rental di tempat wisata, atau pelaku usaha sektor pariwisata itu sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  1. 1
  2. 2
Tampilkan semua
Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini