Begini Cara Bos LPS Tingkatkan Literasi Keuangan Investor Ritel

Bisnis.com,12 Agt 2022, 16:10 WIB
Penulis: Rika Anggraeni
Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa dalam acara konferensi pers LIKE IT : Sustain Habit in Investing, Invest in Sustainable Instruments./Youtube Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan sebagai bagian dari regulator pada industri perbankan, LPS hadir untuk memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional.

Purbaya menyampaikan saat ini, semua bank yang beroperasi Indonesia telah menjadi peserta penjaminan LPS, baik bank umum (BU) maupun bank perkreditan rakyat (BPR). Adapun, nilai simpanan yang dijamin oleh LPS maksimal sebesar Rp2 miliar per nasabah per bank dengan syarat penjaminan 3T.

Adapun, 3T yang dimaksud antara lain tercatat dalam pembukuan bank, tingkat bunga simpanan tidak melebihi tingkat bunga penjaminan, dan tidak ikut menyebabkan bank menjadi gagal, misalnya memiliki kredit macet.

“Sebagai bagian dari program peningkatan basis investor ritel, LPS akan berkontribusi melalui berbagai kegiatan sosialisasi,” kata Purbaya dalam acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) bertajuk “Sustain Habit in Investing, Invest in Sustainable Instruments” secara daring, Jumat (12/8/2022).

Menurutnya, peningkatan literasi keuangan penting dilakukan mengingat masih terbatasnya edukasi mengenai penjaminan dan masih banyaknya korban fraud atau penipuan di masyarakat.

“Kami secara intensif melakukan sosialisasi tentang peran program penjaminan dan kebijakan-kebijakan LPS, antara lain melalui kolaborasi dengan berbagai stakeholders, termasuk media dalam berbagai bentuk edukasi kepada masyarakat untuk menjaga kepercayaan terhadap perbankan,” sambungnya.

Selain itu, LPS juga melakukan publikasi pada berbagai saluran komunikasi, termasuk media sosial untuk meningkatkan sentimen positif masyarakat dalam menangkal isu hoaks.

Untuk itu, Purbaya mengajak seluruh pihak untuk memperkuat pondasi yang lebih seimbang antara literasi dan inklusi keuangan. Dengan demikian, hal itu dapat memberikan pemahaman yang kuat bagi semua golongan masyarakat dalam membuat keputusan keuangan dengan bijak di skala individu maupun korporasi.

Purbaya menilai literasi dan inklusi keuangan yang berimbang juga bermanfaat bagi sektor jasa keuangan. Dia berharap dengan semakin tinggi tingkat literasi dan inklusi keuangan masyarakat, maka semakin banyak masyarakat yang akan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan secara tepat, namun dengan tetap memperhatikan aspek pengelolaan risiko.

“Sinergi dan koordinasi antara otoritas perlu tetap dilakukan dan diperkuat, mengingat pengembangan literasi dan inklusi keuangan tidak hanya dapat ditangani oleh satu lembaga,” tuturnya.

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019, mencatat tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan 2019 masing-masing mencapai 38,03 persen dan 76,19 persen.

Sementara itu, pemerintah menargetkan tingkat inklusi keuangan sebesar 90 persen pada akhir 2024, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini