Jokowi Minta Ekonomi Hijau Ditingkatkan, Perbankan Punya Peran Krusial?

Bisnis.com,16 Agt 2022, 16:18 WIB
Penulis: Dionisio Damara
Presiden Joko Widodo tiba di Komplek Parlemen untuk mengikuti sidang tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD di Jakarta, Selasa (16/8/2022). /Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta optimalisasi sumber energi baru terbarukan dan ekonomi hijau terus ditingkatkan, seiring dengan target netral karbon yang diusung oleh pemerintah hingga 2060 atau lebih awal.

Dalam Pidato Kenegaraan di Ruang Sidang Paripurna MPR/DPR, Jakarta, Selasa (16/8/2022), Presiden mengatakan persemaian dan rehabilitasi hutan tropis hingga laut akan terus dilakukan. Menurutnya, hal itu akan menjadi potensi besar dalam penyerapan karbon.

Selain itu, energi bersih dari panas matahari, panas bumi, angin, ombak laut, dan energi bio, akan menarik industrialisasi penghasil produk-produk rendah emisi. Adapun, kawasan industri hijau di Kalimantan Utara disebut Presiden akan menjadi Green Industrial Park terbesar di dunia.

“Saya optimistis, kita akan menjadi penghasil produk hijau yang kompetitif di perdagangan internasional,” ujar Presiden Jokowi.

Dia menambahkan upaya tersebut dapat langsung disinergikan dengan program peningkatan produksi pangan dan energi bio. Pemanfaatan kekayaan hayati laut secara bijak juga dinilai akan menjadi kekuatan besar untuk produk pangan, farmasi, dan energi.

Fokus Jokowi dalam optimalisasi energi bersih dan ekonomi hijau tentu bukan tanpa alasan. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2021 setidaknya memperingatkan bahwa pemanasan global akan berdampak pada potensi hasil panen tanaman utama dunia, memicu proliferasi penyakit menular, juga meningkatkan ancaman kebakaran lahan dan hutan.

Selain itu, pembangunan yang tidak memerhatikan sisi lingkungan juga akan menghantam perekonomian, baik secara global maupun domestik.

Laporan Pembangunan Rendah Karbon tahun 2019 yang dirilis Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan terbatas di level 5 persen pada 2024 jika tidak menerapkan kebijakan energi bersih.

Dalam mencapai tujuan tersebut, perbankan sebagai lembaga dengan fungsi intermediasi, memiliki peran krusial. Pasalnya, pinjaman dari bank kepada nasabah dapat menjadi pemicu bagi kegiatan-kegiatan yang tidak memikirkan dampak panjang bagi lingkungan.

Sejauh ini, kesadaran terkait peningkatan ekonomi hijau telah ditunjukkan oleh sejumlah bank melalui penyaluran kredit ke sektor-sektor berkelanjutan.

Kredit hijau bank

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), misalnya, mencatatkan penyaluran kredit berkelanjutan sebesar Rp657,1 triliun hingga akhir kuartal II/2022. Jumlah itu setara dengan 65,5 persen dari total portofolio kredit perseroan.

SEVP Treasury & Global Services BRI Achmad Royadi menjelaskan bahwa dari jumlah tersebut sebanyak Rp74,7 triliun di antaranya disalurkan kepada pembiayaan hijau.

Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk. atau BBCA mencatatkan portofolio keuangan berkelanjutan tumbuh sebesar 21,8 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp169,5 triliun sampai dengan Juni 2022.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyatakan bahwa portofolio tersebut berkontribusi hingga 24,9 persen terhadap total portofolio pembiayaan BCA.

“Pembiayaan yang kami berikan termasuk untuk sektor energi terbarukan, di antaranya mencakup proyek pembangkit listrik tenaga surya, air, minihidro, biogas, dan biomassa,” tuturnya.

Selain itu, kata Jahja, BCA baru saja memberikan pembiayaan sekitar Rp472 miliar kepada perusahaan yang bergerak di industri kertas daur ulang guna mendukung ekonomi sirkular. Dia pun menyatakan bahwa dalam lima tahun terakhir, kredit berkelanjutan BCA terus meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini