Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkolaborasi dalam melindungi nasabah dari kejahatan siber. Keduanya juga terus melakukan sosialisasi agar literasi keuangan masyarakat meningkat sehingga dapat terhindar dari kejahatan di dunia maya.
Pemimpin Divisi Manajemen Risiko Bank BNI Rayendra Minarsa Goenawan mengatakan telah bersinergi dengan regulator baik OJK maupun Bank Indonesia dalam menerapkan perlindungan konsumen. Dia menekankan literasi sebagai garda utama dalam perlindungan data konsumen.
“Keamanan itu tidak hanya dari pelaku jasa keuangan saja, tapi paling utama dari pemilik data sendiri dalam menjaganya,” kata Rayendra dalam Workshop Literasi Digital Perbankan Peduli Lindungi Data Pribadi, Jumat (19/8/2022).
Rayendra mengatakan sebagai pemilik data, literasi keuangan masyarakat harus ditingkatkan. Hal itu juga sejalan dengan inklusi keuangan yang terus meningkat.
Data OJK mencatatkan bahwa tingkat inklusi keuangan Indonesia baru mencapai level 76,9 persen pada 2019. Sedangkan tingkat literasi keuangan masih relatif rendah di posisi 38,03 persen. Bahkan, indeks literasi digital masih 3,49 persen.
Rayendra menjelaskan dalam memberikan perlindungan bagi nasabah BNI telah menyiapkan berbagai langkah strategis. Mulai dengan menyediakan pusat pengaduan melalui BNI Contact Center (BCC) yang beroperasi 24 jam selama 1 minggu.
Nasabah dapat menyampaikan keluhan melalui telepon 1500046, mengirim email bnicall@bni.co.id. atau bahkan mendatangi kantor cabang BNI terdekat.
Selain itu, BNI telah memiliki unit yang memantau transaksi nasabah dan menerima laporan pengaduan nasabah dalam 24 jam dalam 7 hari. BNI juga telah menjalankan fungsi fraud detection yang berfungsi mendeteksi aktivitas fraud secara real time.
Tidak hanya itu, BNI juga telah mengikuti aturan Bye Laws yang dirilis oleh Bank Indonesia.
Bye Laws merupakan pedoman pelaksanaan pemblokiran rekening simpanan nasabah dan pengembalian dana nasabah dalam hal terjadinya indikasi tindak pidana. Bye Laws dipergunakan oleh Perbankan untuk keseragaman pelaksanaan dalam praktik Perbankan bagi bank peserta Bye Laws.
Tujuan utama dari Bye Laws adalah agar uang hasil kejahatan dapat segera diblokir dan dikembalikan ke nasabah.
“BNI terus berupaya untuk mematuhi arahan OJK sebagai pengawas perbankan untuk melakukan edukasi kepada nasabah terkait perlindungan data nasabah melalui berbagai channel,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas V.M. Tarihoran mengatakan inovasi di era keuangan digital membuat banyak potensi ekonomi menjadi lebih terbuka. Kendati demikian, semua pihak masih perlu mewaspadai risiko keamanan siber yang terus terbuka yang utamanya disebabkan oleh literasi digital masyarakat yang masih rendah.
“Sejauh ini, kita melihat ada sebanyak sekitar 38 persen dari masyarakat yang sudah mengakses produk keuangan yang rentan diserang oleh kejahatan siber,” paparnya.
Oleh sebab itu, Horas menyampaikan literasi keuangan tidak akan bisa ditingkatkan oleh OJK sendirian, diperlukan peran sektor jasa keuangan termasuk perbankan. Terlebih, ada sekitar 3.100 lembaga jasa keuangan yang terdaftar di OJK dan baru 40 persen dari jumlah tersebut yang telah melakukan kegiatan edukasi minimal 1 kali setahun.
“Inklusi keuangan kita paling besar di perbankan, 73 persen ada di perbankan, maka wajar kalau kawan-kawan di perbankan yang melakukan kegiatan literasi,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel