Suku Bunga Acuan BI Naik! Ini Dampaknya ke Kredit Bank

Bisnis.com,23 Agt 2022, 19:05 WIB
Penulis: Rika Anggraeni
Karyawati melayani nasabah di salah satu kantor cabang Bank Panin di Jakarta, Selasa (19/4/2022). /Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mengerek suku bunga acuan atau BI 7-day reverse repo rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75 persen.

Mengenai hal itu, Gubernur BI Perry Warjiyo optimistis penyaluran kredit perbankan masih akan terus meningkat. Pasalnya, laju pertumbuhan dipengaruhi oleh dua hal, yakni penawaran dan permintaan.

“Penawaran kredit perbankan itu memang salah satunya dipengaruhi oleh suku bunga kredit, tetapi suku bunga bukan satu-satunya faktor,” kata Perry dalam konferensi pers, Selasa (23/8/2022). 

Perry menjelaskan terdapat faktor lain dalam hal penawaran kredit, salah satunya adalah kondisi likuiditas. Per Juli 2022, ungkap Perry, likuiditas perbankan sangat berlebih dengan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) sebesar 27,92 persen. 

“Likuiditas itu sangat berlebih, sehingga kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit penawarannya cukup tinggi,” lanjutnya. 

Selain itu, faktor dari sisi penawaran yang lain adalah lending standard (risk appetite) dan survei BI yang menunjukkan appetite keinginan dari perbankan untuk menyalurkan kredit yang terus meningkat. 

Dengan demikian, Perry menyimpulkan faktor lain dari penawaran kredit perbankan, antara lain suku bunga, likuiditas, risk appetite yang semakin baik, hingga insentif yang diberikan oleh pemerintah, BI, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Secara terperinci, Perry mengatakan pemerintah memberikan insentif untuk kredit usaha rakyat (KUR) maupun insentif subsidi suku bunga. Senada, BI juga memberikan insentif kepada bank-bank yang menyalurkan kredit kepada 46 sektor-sektor prioritas dan UMKM. 

“Kami berikan insentif berupa penurunan GWM [giro wajib minimum], sampai totalnya mencapai 1,5 persen dan mulai 1 September ini insentif sehingga bank-bank juga kami dorong untuk berlomba lomba menyalurkan kredit kepada sektor prioritas,” ungkapnya. 

Tak hanya itu, OJK juga masih memberlakukan kebijakan mengenai masa relaksasi restrukturisasi kredit Covid-19 perbankan hingga Maret 2023. Dengan demikian, inilah yang terus dilakukan dari sisi penawaran untuk mendorong kredit pembiayaan ke sektor riil. 

Kemudian dari sisi permintaan, Perry menyatakan pihaknya memantau kinerja korporasi dan konsumsi ataupun rumah tangga. BI mencatat bahwa sebagian besar kinerja korporasi telah jauh membaik dengan penjualan yang tumbuh cukup tinggi, serta rencana peningkatan belanja modal juga terus bertumbuh. 

“Saya katakan masih ada sejumlah sektor yang memang baru akan tumbuh karena sektor-sektor ini sangat dipengaruhi oleh mobilitas, misalnya sektor perhotelan maupun sejumlah sektor transportasi,” ujarnya. 

Di sisi lain, ungkap Perry, sektor-sektor seperti ekspor, makanan, minuman, manufaktur, hingga perdagangan terpantau sudah jauh membaik. “Kedua faktor ini yang saling memperkuat pertumbuhan kredit yang secara keseluruhan adalah 10,71 persen," ujarnya. 

Perry mengatakan pertumbuhan tersebut terjadi di seluruh jenis kredit, mulai dari kredit modal kerja, kredit investasi, hingga kredit konsumsi dan hampir seluruh sektor mengalami pertumbuhan kredit yang tinggi. 

Tak hanya itu, kredit UMKM mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi, yaitu sebesar 18,08 persen. Adapun, Perry menyatakan berdasarkan data terakhir di bulan Juli, BI melihat kredit dapat tumbuh di atas 10 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini