Bank BJB (BJBR) Incar 3 BPD Bergabung ke KUB pada 2022

Bisnis.com,25 Agt 2022, 10:06 WIB
Penulis: Leo Dwi Jatmiko
Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) Yuddy Renaldi (tengah) menyampaikan pemaparan pada acara Analyst Meeting Kuartal 2/2022 secara virtual, di Menara Bank BJB, Bandung, Jawa Barat, Rabu (27/7/2022)./Bisnis - Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) berharap dapat merangkul dua hingga tiga bank pembangunan daerah (BPD) lagi untuk bergabung dalam kelompok usaha bank (KUB) yang diinisiasi perseroan.

Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi mengatakan saat ini seluruh tahapan KUB belum selesai, meski demikian untuk bergabung dengan KUB dapat diawali dengan bersinergi dan penyertaan modal sebagaimana dilakukan dengan PT Bank Bengkulu.

Bank BJB dan BPD Bank Bengkulu menjalin perjanjian kerja sama (PKS) penyertaan modal dalam rangka pembentukan KUB yang merupakan tindak lanjut dari keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Bengkulu.

Pemegang saham Bank Bengkulu telah menyetujui rencana Bank Bengkulu untuk dapat menjadi anggota KUB Bank BJB, dimana Bank BJB akan melakukan setoran modal secara bertahap sebanyak-banyaknya Rp250 miliar. Selain Bank Bengkulu, kata Yuddy, perusahaan juga telah menjalin komunikasi dengan 8 BPD.

“Kami sudah melakukan komunikasi dengan 8 BPD, dan beberapa diantaranya sudah intens berdiskusi dan berkomunikasi terkait langkah-langkah yg perlu dilakukan untuk kesana,” kata Yuddy kepada Bisnis, Kamis (25/8/2022).

Yuddy menjelaskan KUB dapat menjadi solusi yang efisien karena selain Bank BJB akan membantu dalam aspek permodalan dan likuiditas BPD tersebut, Bank BJB yang memiliki model bisnis serupa dengan BPD, membuka peluang penggunaan infrastruktur terutama dari sisi teknologi.

“Infrastruktur teknologi tersebut dapat dipergunakan oleh BPD yang bergabung, sehingga akan lebih efisien,” kata Yuddy,

Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan dari semua kategori bank, BPD adalah yang paling sulit memenuhi persyaratan modal inti.

Hal tersebut disebabkan keunikan pemegang saham BPD yang merupakan pemimpin daerah dengan latar belakang yang beragam dan umumnya, kata Piter, tidak paham perbankan.

“Sulit bagi mereka untuk sepakat menambah modal bank, apalagi mereka juga tidak punya uang untuk itu. Pilihan merger dan akuisisi sangat sulit untuk BPD. Yang paling mungkin mereka lakukan adalah melakukan KUB,” kata Piter.

Sekadara informasi, Peraturan OJK (POJK) no.12/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum mewajibkan perbankan memiliki modal inti secara bertahap, yakni Rp1 triliun di 2020, lalu naik Rp2 triliun di 2021, dan Rp3 triliun pada 2022. Namun, Bank Pembangunan Daerah (BPD) memiliki tenggat waktu pemenuhan modal inti Rp3 triliun 1 tahun lebih lama, yakni pada 2024.

Piter menjelaskan KUB berbeda dengan merger dan akuisis. KUB adalah kerja sama bank, tetapi dengan kesepakatan bahwa salah satu pihak dinyatakan sebagai pihak pengendali (PSP) dalam KUB tersebut. Pengendali harus menyuntikan modal.

“Tidak bisa menjadi PSP kalau tidak setor modal atau menyuntikkan dana. Dananya tidak harus untuk memenuhi syarat Rp3 triliun,” kata Piter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini