Indeks Manufaktur Meningkat Tapi Pengusaha Beri Sinyal Menunda Ekspansi, Ada Apa?

Bisnis.com,02 Sep 2022, 19:52 WIB
Penulis: Indra Gunawan
Shinta Kamdani. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA -  Sebagian pelaku usaha yang bergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memproyeksikan saat ini pebisnis tidak akan terburu-buru untuk ekspansi di tengah kondisi ekonomi yang belum pulih akibat pandemi termasuk rencana kenaikan BBM.

Wakil Ketua Kadin Shinta Widjaja Kamdani mengatakan dalam beberapa waktu ke depan, ekonomi diperkirakan akan bergerak lebih lambat dikarenakan faktor-faktor kebijakan dan indikator pasar dalam negeri. Baik untuk jangka waktu pendek dan menengah.

“Kami proyeksikan selama inflasi masih diproyeksikan terus meningkat dan faktor-faktor beban biaya produksi masih terus meningkat, kami rasa tingkat confidence pelaku usaha untk melakukan ekspansi akan terus ada di level borderline [rendah],” jelas Shinta kepada Bisnis, Jumat (2/9/2022).

Meski demikian, kondisi menunda ekspansi ini bukan berarti pelaku usaha tidak percaya dengan terhadap kondisi ekonomi yang ada. Shinta mengatakan pilihan ini sebagau reaksi jika inflasi masih terus akan meningkat. Badan Pusat Statistik melaporkan inflasi tahun berjalan dari Januari ingga Agustus 2022 mencapai 3,63 persen. Sedangkan inflasi tahunan di level 4,69 persen setalah pada Agustus lalu terjadi deflaso.

Saat yang sama, laporan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Agustus 2022 menguat ke level 51,7 mengalahkan beberapa negara Asia seperti Korea Selatan dan Jepang.

"PMI Manufaktur Indonesia menguat di tengah menurunnya indeks di negara-negara Asia lain, seperti Korea Selatan (49,8 di Juli 2022 menjadi 47,6) dan Jepang (52,1 pada Juli 2022 menjadi 51,5)," tulis laporan tersebut seperti dikutip Bisnis, Kamis (1/9/2022).

Namun, Shinta mengatakan terkait dengan mitigasi risikon inflasi, pelaku usaha umumnya menganggap saat ini kondisi di luar kendali mereka. “Jadi yang bisa kami lakukan adalah mengambil langkah defensif untuk memastikan efek inflasi terhadap kelancaran dan kelangsungan usaha menjadi minim [termasuk kemungkinan menunda ekspansi],” ujarnya.

Menurutnya, ini bisa berarti banyak hal, tergantung kondisi industri dan usahanya. Kalau usaha tersebut memiliki margin yang cukup besar, kemungkinan pelaku sektornya akan berinisiatif untuk menyerap beban inflasi terhadap harga jual pasar.

“Namun, untuk industri-industri yang marginnya rendah, tentu saja harus mulai memikirkan strategi bagaimana mengalihkan beban inflasi tersebut kepada pasar tanpa memberikan tekanan berlebih terhadap penjualan,” tutur Shinta.

Biasanya, lanjut Shinta, yang dilakukan terlebih dahulu adalah memastikan peningkatan efisiensi usaha agar kenaikan beban-beban produksi terhadap output dan harga pasar bisa ditekan.

“Setelahnya baru mengambil langkah perubahan strategi penjualan ya ng disesuaikan denagan perubahan harga jual output yang lebih tinggi karena dampak inflasi di sisi produksi,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini