Awas! Kapersky Deteksi 61,1 Persen Spam Berbahaya di Asia Pasifik

Bisnis.com,05 Sep 2022, 09:41 WIB
Penulis: Rahmi Yati
Ilustrasi kejahatan siber./Reuters-Kacper Pempel

Bisnis.com, JAKARTA - Penelitian Kaspersky menemukan bahwa lebih dari setengah atau 61,1 persen spam berbahaya terdeteksi di wilayah Asia Pasifik pada 2022. Kejahatan siber ini menargetkan pengguna dari Vietnam, Malaysia, Jepang, Indonesia, dan Taiwan.

Peneliti Keamanan Senior untuk Tim Riset dan Analisis Global (GReAT) di Kaspersky Noushin Shabab mengatakan email spam terus berevolusi mulai dari teknik, taktik, dan tren terbaru yang dibawa oleh para penjahat dunia maya untuk membuatnya lebih terlihat resmi dan terdengar mendesak. Modus tersebut dinilai efektif untuk memangsa para pengguna yang tidak menaruh curiga

"Spam berbahaya bukanlah serangan yang kompleks secara teknologi, tetapi bila dilakukan dengan teknik rekayasa sosial yang canggih, hal itu menimbulkan ancaman besar bagi individu dan perusahaan," kata Shabab dikutip dari laporan Kaspersky, Senin (5/9/2022).

Dia menyebut email sampah ini dikirim dalam jumlah massal oleh spammer dan para penjahat dunia maya yang ingin melakukan satu atau lebih tujuan.

Di antaranya menghasilkan uang dari sebagian kecil penerima yang benar-benar menanggapi pesan, menjalankan penipuan phishing untuk mendapatkan kata sandi, nomor kartu kredit, detail rekening bank, dan data penting lainnya, atau menyebarkan kode berbahaya ke komputer penerima.

"Ada tiga faktor utama yang menyebabkan sebagian besar email spam yang menargetkan Asia Pasifik, yaitu karena populasi, adopsi layanan elektronik yang tinggi, dan pembatasan sosial di masa pandemi," jelasnya.

Shabab memerinci, wilayah Asia Pasifik memiliki hampir 60 persen populasi dunia. Artinya, ada lebih banyak calon korban scammers di wilayah ini dibandingkan dengan bagian dunia lainnya.

Bukan itu saja, dia mengatakan penggunaan layanan online yang ekstensif seperti belanja online dan platform online lainnya untuk aktivitas sehari-hari juga membuat individu lebih rentan jadi korban penipuan. 

Ada juga dampak pandemi yang berkepanjangan yang menyebabkan pembatasan sosial dan pengaturan kerja dari rumah. Dia menyebut jaringan rumah biasanya kurang terlindungi dari serangan siber.

"Sebagian besar pelaku ancaman terkenal menggunakan phishing bertarget yang disebut spearphishing untuk membobol sistem organisasi,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fitri Sartina Dewi
Terkini
'