Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) menyampaikan sederet tantangan ke depan yang akan dihadapi bisnis perbankan Indonesia, mulai dari persaingan dengan perusahaan keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech) hingga pencurian data.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR pada Selasa (13/9/2022) menyebut setidaknya ada 4 tantangan yang akan dihadapi perbankan ke depan yang menjadi perhatian BNI untuk menghadapi situasi gejolak di tahun 2023.
“Hal yang menjadi tantangan ke depan adalah persaingan di ranah digital, yakni adanya persaingan dengan fintech ini cukup marak,” kata Royke.
Royke menyampaikan sejak periode 2015, jumlah fintech berbasis pinjaman online (pinjol) di Indonesia terus mengalami peningkatan diikuti dengan pertumbuhan dan jumlah penyaluran kredit.
“Dalam 5 tahun terakhir, transaksi bank sempat turun diikuti dengan peningkatan transaksi fintech [pinjol] yang cukup signifikan,” ujarnya.
Selain itu, Royke memaparkan bahwa beberapa fintech ternama di Tanah Air juga didukung dengan bank digital dalam mengakomodasi kebutuhan likuiditas dan operasional. Selain fintech, adanya potensi kenaikan kasus cybercrime dan pencurian data juga menjadi sorotan di ranah perbankan.
Royke menjelaskan bahwa nasabah dan keuangan menjadi prioritas utama yang ditargetkan untuk diperoleh dalam kejahatan keuangan digital alias cybercrime dengan metode yang sering digunakan adalah berupa phising dan malware.
“Dengan semakin masifnya pertumbuhan transaksi nasabah, maka potensi cybercrime akan meningkat,” ungkapnya.
Tantangan lainnya adalah terkait dengan stimulus relaksasi kualitas kredit. Menurut Royke, meski kondisi pandemi Covid-19 sudah memperlihatkan tren menurun, namun masih banyak perusahaan yang membutuhkan waktu dalam memperbaiki cashflow keuangan.
Upaya itu dilakukan untuk menjalankan bisnisnya kembali dan membayarkan kewajiban kepada perbankan. Artinya, lanjut Royke, sektor perbankan masih mengharapkan relaksasi kredit perbankan dapat diperpanjang hingga 2024.
Terakhir, tantangan lain yang bakal dihadapi perbankan adalah adanya fluktuasi nilai mata uang atau currency dan kondisi eksternal. Royke menyampaikan beberapa kondisi eksternal yang dapat mempengaruhi nilai mata uang dan kinerja perbankan di antaranya perubahan harga komoditas, seperti batu bara dan minyak sawit dari luar negeri.
Lalu, kondisi geopolitik yang tengah terjadi, salah satunya Rusia-Ukraina dan China-Taiwan, serta ancaman krisis pangan pada sejumlah negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel