Bisnis.com, JAKARTA - Setelah muncul tren mencaplok bank mini, lembaga pembiayaan, dan tekfin penyalur pinjaman, raksasa teknologi alias big-tech asing diramal akan melanjutkan aksi serupa pada industri perasuransian Indonesia.
Aksi lanjutan itu mulai tergambar di industri asuransi umum, raksasa teknologi China, Sea Ltd baru saja mengakuisisi PT Asuransi Mega Pratama, dan mengubahnya menjadi PT Asuransi Umum Seainsure. Adapun, Sea Ltd sendiri dikenal sebagai induk platform dagang-el Shopee dan pengembang gim Garena.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengamini bahwa para raksasa teknologi di Tanah Air berpeluang semakin mengarah menjadi konglomerasi keuangan, karena pada umumnya jasa keuangan merupakan lini bisnis yang menguntungkan.
"Konglomerasi keuangan akan menjaga integrasi lintas bisnis. Biasanya di antara bank, multifinance, dan asuransi pun ada fungsi-fungsi berkaitan. Jadi dalam proses bisnis, akan lebih efektif dan efisien jika mereka memiliki lini bisnis keuangan yang saling mendukung, yang sekaligus menjadi pelengkap lini bisnis utamanya," ujarnya kepada Bisnis, Senin (19/9/2022).
Menurut Amin, setidaknya ada beberapa alasan kenapa sektor perasuransian turut menjadi incaran para raksasa teknologi. Pertama dan yang paling penting, yaitu untuk ikut bermain dalam layanan keuangan pendukung lini bisnis utamanya.
Sebagai contoh, platform dagang-el jelas membutuhkan asuransi pengiriman barang. Selain itu, barang-barang yang dijual dalam platform pun berpotensi di-bundling bersama layanan proteksi, misalnya seperti asuransi terkait gawai, asuransi kendaraan, dan lain-lain.
"Sehingga upaya mereka berinvestasi di Indonesia itu semakin totalitas dengan turut berinvestasi di bisnis dan industri keuangan. Tentu harapannya untuk menghasilkan margin keuntungan yang optimal dan sustain," tambah Amin.
Kedua, populasi di Indonesia begitu besar, dengan jumlah penduduk hingga 277 juta dan 60 persen di antaranya masih belum terjamah layanan lembaga keuangan konvensional. Oleh karena itu, potensi pertumbuhan bisnis asuransi masih begitu lebar.
Selain itu, para investor, tak terkecuali raksasa teknologi dari luar negeri, cenderung melihat sektor jasa keuangan di Indonesia belum menerapkan teknologi secara penuh dan optimal.
Padahal, masyarakat Indonesia terbilang adaptif terhadap perkembangan teknologi. Inilah kenapa biasanya para investor bukan sekadar menyuntik modal untuk memiliki lisensi jasa keuangan terkait, tapi juga memaksimalkan transfer pengetahuan, sumber daya, dan alih teknologi.
"Industri asuransi masih baru soal teknologi, dalam tahap pengembangan. Terlebih, belum banyak masyarakat yang sadar berasuransi. Ini tentu menjadi peluang tersendiri. Ke depan, masih besar peluang melakukan inovasi di bidang asuransi, atau bahkan mengembangkan insurtech, dengan membawa teknologi-teknologi dari negara asal investor bersangkutan," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel