Bisnis.com, JAKARTA — Sejak menyentuh posisi tertinggi pada tahun ini saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BBRI telah terkoreksi 9,1 persen bila dibandingkan dengan pembukaan perdagangan Rabu (21/9/2022). Sebagai informasi pada 26 April 2022 emiten bank BUMN ini sempat menyentuh Rp4.940 dan pada hari ini dibuka Rp4.490.
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Arief Machrus dalam risetnya menaikkan rekomendasi menjadi buy untuk BBRI dengan target harga atau target price (TP) Rp5.500. Analisa ini berlaku hingga 12 bulan ke depan. "Dengan target harga Rp5.500. TP kami mencerminkan 22F P/BV sebesar 2,7x, atau diatas rata-rata 3-tahun 2,4x," tulisnya.
Rekomendasi tersebut berdasarkan pertumbuhan kredit sektor UMKM dan biaya kredit yang rendah serta kualitas aset yang dinilai dikelola dengan baik. NHKSI memproyeksikan BBRI mampu menjaga NPL gross pada level 3 persen tahun ini, di tengah fokus perusahaan pada segmen UMKM yang memiliki risiko relatif tinggi.
Sebagaimana informasi, pemerintah memutuskan untuk mengurangi subsidi dan kompensasi energi yang berimbas pada kenaikan BBM seperti Pertalite, Pertamax, dan Solar. Kenaikan harga BBM tersebut diperkirakan akan mengkerek inflasi dan pada akhirnya berimbas pada kebijakan moneter Bank Indonesia untuk menyesuaikan suku bunga acuan hingga akhir tahun ini. Kondisi tersebut dapat berimbas pada kemampuan UMKM untuk membayar cicilan.
Adapun dalam riset NHKSI, NPL UMKM segmen menengah mencatat kenaikan NPL gross tertinggi sepanjang semester I/2022 atau 84 basis poin (bps) menjadi 3,83 persen. Kemudian mikro dan kecil, masing-masing naik 68 bps menjadi 2,21 persen dan 57 bps menjadi 4,71 persen.
Kendati demikian, NHKSI melihat posisi NPL gross BRI pada level 3,32 persen relatif manageable, atau mendekati target BBRI 2,8 persen hingga 3,0 persen untuk tahun ini. Analis juga melihat BRI masih memperpanjang restrukturisasi debitur terdampak Covid-19. Di sisi lain, NPL gross segmen korporasi membaik ke level 5,25 persen, atau turun 181 bps secara tahunan.
Seiring dengan risiko tersebut, BRI meningkatkan loat at risk (LAR) coverage menjadi 42,39 persen. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi berakhirnya kebijakan restrukturisasi kredit dari OJK tidak berlanjut.
Adapun hingga semester I/2022, secara konsolidasi, BBRI mencatat pertumbuhan laba sebesar 91,4 persen secara tahunan (yoy), menjadi Rp23,8 triliun. Hal ini didukung oleh penyaluran kredit senilai Rp1.104,8 triliun, naik 8,7 persen yoy.
Capaian laba itu juga disokong oleh turunnya beban dana menjadi 1,7 persen dari 2,18 persen pada periode yang sama tahun lalu. Hal ini merupakan imbas dari meningkatnya rasio dana murah atau current account savings account (CASA) dari 59,6 persen menjadi 65,1 persen.
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel