Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai industri asuransi perlu mencermati adanya potensi cash flow mismatch untuk periode jangka panjang pada lini bisnis asuransi kredit.
Wakil Ketua Bidang Statistik, Riset & Analisa AAUI Trinita Situmeang mengatakan, premi asuransi kredit umumnya diperoleh di muka, sementara pertanggungannya bersifat jangka panjang.
Oleh karena itu, perusahaan asuransi dan reasuransi harus melakukan perhitungan pencadangan dengan baik untuk dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul pada tahun-tahun berikutnya. Apalagi, risiko kredit dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti potensi catastrophe, kegagalan bayar, dan kondisi perekonomian.
"Yang perlu dicermati potensi cash flow mismatch untuk periode-periode jangka panjang ini karena ketidakcukupan premi. Jadi [premi] sudah dibukukan di depan, di belakang nanti bisa berdatangan klaimnya," ujar Trinita dalam konferensi pers, Rabu (21/9/2022).
AAUI mencatat klaim dibayar asuransi kredit sepanjang semester I/2022 mencapai senilai Rp4,67 triliun, melonjak 88,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai Rp2,48 triliun. Sedangkan premi asuransi kredit tercatat hanya naik 8,9 persen year-on-year (yoy), yakni menjadi Rp6,39 triliun.
Alhasil, rasio klaim asuransi kredit menembus angka 73 persen sampai dengan kuartal II/2022, naik tajam dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai 42,2 persen.
Trinita menuturkan, bila perusahaan asuransi melakukan pencadangan yang baik, rasio klaim tersebut akan mampu dikelola. Namun, bila tidak diikuti dengan perbaikan tata kelola maupun kenaikan premi, rasio klaim tersebut pasti akan naik.
"Yang pasti manajemen risiko asuransi kredit ini perlu dan kalau lihat angka-angka sepertinya memang immediate action perusahaan asuransi dan reasuransi perlu dilakukan," katanya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Reasuransi Nasional Indonesia Achmad Sudiyar Dalimunthe mengataka perusahaan asuransi penerbit asuransi kredit perlu melakukan pencadangan teknis yang tepat terkait pertanggungan risiko kredit jangka panjang dalam mengantisipasi dinamika perekonomian yang penuh ketidakpastian.
Pencadangan teknis dimaksudkan agar perusahaan asuransi dapat melakukan kewajibannya dengan baik saat terjadi klaim asuransi kredit yang diajukan oleh bank.
"Mekanisme ini akan menjamin ekosistem kredit menjadi baik dan berdampak kepada stabilitas dunia usaha," ujar Achmad.
Menurutnya, terdapat sejumlah faktor yang dapat menimbulkan masalah terhadap bisnis asuransi kredit. Pertama, perbankan terlalu ekspansif menyalurkan kredit tanpa melakukan analisa kelayakan debitur. Kedua, perusahaan asuransi terlalu ekspansif menerbitkan polis asuransi kredit tanpa mempertimbangkan cakupan risiko kredit dan menetapkan tarif premi serta kondisi pertanggungan yang tidak seimbang dengan risiko.
Ketiga, perusahaan asuransi kurang sesuai dalam menetapkan pencadangan teknis terhadap pertanggungan asuransi kredit yang diterbitkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel