Suku Bunga Acuan Naik, Ini yang Dilakukan Bank Mandiri (BMRI)

Bisnis.com,22 Sep 2022, 19:35 WIB
Penulis: Dionisio Damara
Pegawai melakukan transaksi menggunakan Livin’ by Mandiri di Jakarta, Selasa (26/7/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) akan menyesuaikan suku bunga simpanan dan kredit dalam beberapa bulan ke depan seiring kenaikan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,25 persen. 

Berdasarkan asesmen terkini, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21 – 22 September 2022 memutuskan untuk menaikkan BI7DRR sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen.

Pada saat bersamaan, suku bunga deposit facility turut meningkat sebesar 50 bps menjadi 3,50 persen, dan suku bunga lending facility juga naik 50 bps menjadi 5,00 persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah pencegahan sekaligus forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 2 hingga 4 persen pada paruh kedua 2023.

Kenaikan suku bunga acuan, lanjutnya, juga mempertimbangkan langkah untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Terkait hal tersebut, Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Rudi As Aturridha menuturkan bahwa secara umum diproyeksikan bank-bank akan membutuhkan waktu penyesuaian suku bunga simpanan dan kredit dalam 3 – 6 bulan ke depan.

“Penyesuaian ke dalam bunga kredit juga akan sangat bergantung kepada kualitas kredit di masing-masing bank sehingga adjustment tidak akan menimbulkan potensi kenaikan NPL [non-performing loan] ke depannya,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (22/9/2022).

Selain itu, kata Rudi, kondisi lain yang menjadi pertimbangan antara lain likuiditas pasar dan struktur biaya dana atau cost of fund untuk suku bunga dana.

“Ke depannya, kami akan terus memantau perkembangan suku bunga acuan, posisi likuiditas, dan kompetisi di pasar, agar rate yang kami berikan ke nasabah tetap kompetitif,” pungkasnya.

Rudi menambahkan bahwa dari sisi industri, kondisi perbankan Indonesia saat ini cukup baik dengan permodalan yang kuat dan kondisi likuiditas terjaga baik. Pertumbuhan kredit juga terus berakselerasi sejalan dengan pemulihan ekonomi.

Bank sentral mencatat kredit perbankan tumbuh 10,62 persen secara year-on-year (yoy). Adapun pemulihan intermediasi juga diperlihatkan perbankan syariah yang mencatatkan kenaikan pembiayaan sebesar 18,7 persen.

Selain itu, permodalan perbankan tetap tangguh dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) per Juli 2022 sebesar 24,86 persen. Risiko juga terkendali tecermin dari rasio kredit bermasalah atau NPL sebesar 2,90 persen (bruto) dan 0,82 persen (neto).

Likuiditas perbankan sampai dengan Agustus 2022 tetap terjaga didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 7,77 persen secara tahunan, meskipun capaian ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Juli 2022 sebesar 8,59 persen.

Perlambatan DPK dikontribusikan oleh peningkatan konsumsi masyarakat, belanja modal korporasi, dan preferensi penempatan dana pada aset keuangan lain yang terindikasi dari nilai kepemilikan Surat Berharga Negara. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Pandu Gumilar
Terkini