Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah melemah dalam beberapa waktu terakhir. Hari ini, Senin (26/9/2022) berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 0,61 persen atau 92 poin sehingga parkir di posisi Rp15.129,50 per dolar AS. Indeks dolar AS pada pukul 15.10 WIB terpantau menguat 0,21 poin atau 0,18 persen ke level 113,40.
Lantas apakah pelemahan ini akan berdampak pada dana pihak ketiga (DPK) dan kredit valas perbankan?
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah mengatakan melemahnya rupiah baru akan berdampak signifikan terhadap DPK valas dan permintaan kredit valas apabila terjadi secara berkelanjutan.
“Apabila Bank Indonesia segera dapat menstabilkan nilai tukar rupiah, kembali ke bawah 15.000, DPK dan kredit valas bisa tumbuh didorong oleh tingginya ekspor dan impor,” kata Piter, Senin (26/9/2022).
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan pelemahan rupiah bersifat sementara. Jika kondisi ini terjadi untuk jangka pendek, maka DPK valas dan kredit valas perbankan dalam kondisi aman. Berbeda jika pelemahan rupiah terjadi dalam jangka panjang.
“Jangka panjang sekitar 3-6 bulan, kalau 2-3 bulan tidak akan berdampak,” kata Amin.
Sementara itu, Corporate Secretary PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Aestika Oryza Gunarto mengatakan hingga Agustus 2022, DPK valas mengalami kenaikan 7,92 persen dibandingkan dengan Juni 2022.
CASA valas menjadi pendorong utama dalam kenaikan DPK valas BRI, dengan proporsi CASA valas sebesar 65,68 persen pada Agustus 2022. Angka ini naik dibandingkan dengan posisi CASA valas pada Agustus 2021 sebesar 50,06 persen.
“Sementara itu, untuk loan to deposit [LDR] valas BRI terjaga pada level 59,67 persen pada Agustus 2022,” kata Aestika kepada Bisnis, Senin (26/9/2022).
Penyaluran kredit valas, kata Aestika, masih tumbuh terjaga sebesar 15,19 persen yoy atau mencapai Rp93,36 triliun pada posisi Agustus 2022. Permintaan kredit terbesar berada pada sektor agribisnis, infrastruktur, transportasi, minyak dan gas, serta Energi dan pertambangan, dengan komposisi mencapai 66,17 persen dari total kredit valas BRI.
Dia mengatakan Fed Fund Rate (FFR) yang berada pada level 3–3,25 persen mempengaruhi penyesuaian benchmark rate sehingga BRI tetap fokus mendorong pertumbuhan DPK valas.
Penyesuaian suku bunga simpanan valas menyesuaikan potensi dan pertumbuhan kredit.
“Selain itu BRI senantiasa aktif sebagai market maker dalam memenuhi kebutuhan klien, baik segmen ritel, korporasi maupun interbank,” kata Aestika.
Terpisah, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) optimistis laju dana pihak ketiga (DPK) pasar valuta asing (valas) perseroan tetap tumbuh ke depan seiring dengan kondisi perekonomian di dalam negeri yang terus membaik.
Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn mengatakan per Juni 2022, DPK valas BCA tercatat sebesar Rp69,3 Triliun tumbuh 9,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Sejalan dengan hal tersebut, transaksi valuta asing BCA juga tumbuh positif, seiring dengan pemulihan ekonomi nasional saat ini.
“Transaksi valuta asing yang paling banyak dilakukan di BCA adalah transaksi yang berhubungan dengan ekspor impor dan remittances,” kata Hera.
Hera mengatakan BCA akan tetap berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan transaksi valas sesuai dengan kebutuhan nasabah dalam berbagai jenis mata uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel