Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) resmi menaikkan tingkat bunga penjaminan (TBP) untuk simpanan rupiah di bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR) sebesar 25 basis poin (bps). Senada, LPS juga mengerek TBP untuk simpanan di valuta asing atau valas sebesar 50 bps.
Artinya, LPS memutuskan tingkat bunga penjaminan untuk bank umum rupiah menjadi 3,75 persen. Sementara itu untuk valas menjadi 0,75 persen, serta untuk BPR naik menjadi 6,25 persen. Selanjutnya, tingkat bunga penjaminan tersebut akan berlaku untuk periode 1 Oktober 2022–31 Januari 2023.
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan ada beberapa hal hal pokok yang menjadi pertimbangan dalam rapat dewan komisioner LPS dalam penetapan tingkat bunga penjaminan periode reguler September 2022.
Pertama, Purbaya menyampaikan bahwa suku bunga pasar simpanan rupiah telah menunjukkan peningkatan dengan simpanan valas yang meningkat lebih cepat. Pada periode observasi 20 Agustus 2022–16 September 2022, LPS melihat perkembangan suku bunga pasar simpanan rupiah naik sebesar 11 bps menjadi 2,47 persen, serta suku bunga pasar simpanan valas terpantau naik sebesar 20 bps menjadi 0,44 persen.
“Perkembangan tersebut mengindikasikan SBP simpanan rupiah mulai masuk ke tren meningkat yang menunjukkan respons perbankan atas kenaikan suku acuan,” kata Purbaya dalam Konferensi Pers Tingkat Bunga Penjaminan LPS, Selasa (27/9/2022).
Selanjutnya, lanjut Purbaya, transmisi kenaikan suku bunga BI rate diperkirakan lebih gradual ke suku bunga pasar simpanan. Di sisi lain, suku bunga pasar simpanan valas menunjukkan tren peningkatan sebagai dampak ekspektasi kenaikan suku bunga kebijakan The Fed dan kondisi likuiditas valas dengan ruang lanjutan peningkatan cukup terbuka pasca FOMC September 2022.
Kedua, ketahanan perbankan masih terjaga dengan permodalan dan likuiditas yang memadai. Namun, Purbaya menegaskan perlu diantisipasi laju pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang mulai melandai.
“Fundamental kondisi perbankan yang relatif kuat ditunjukkan dengan rasio permodalan KPMM industri yang berada di level 24,83 persen dan rasio alat likuid AL/NCD di kisaran 117,99 persen,” terangnya.
Tercatat, pada Agustus 2022, Purbaya menyampaikan kinerja pertumbuhan kredit bank umum melanjutkan pemulihan, dengan kredit perbankan tumbuh sebesar 10,62 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dan DPK tumbuh 7,77 persen yoy.
Adapun memasuki semester kedua tahun 2022, LPS melihat pertumbuhan kredit menunjukkan kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan penghimpunan DPK.
“Kinerja intermediasi perbankan secara umum terus meningkat disertai risiko kredit yang terus membaik. Sementara itu, penghimpunan dana pertumbuhan yang melambat berpotensi mempengaruhi strategi pengelolaan likuiditas perbankan,” lanjutnya.
Kemudian yang ketiga, stabilitas sistem keuangan nasional tetap terjaga di tengah meningkatnya faktor-faktor risiko eksternal dan tekanan inflasi. Purbaya menerangkan faktor-faktor eksternal terutama bersumber dari perkembangan inflasi global dan kebijakan moneter hawkish bank sentral global yang telah memicu kekhawatiran akan terjadinya stagflasi.
Purbaya mengakui bahwa kebijakan moneter The Fed yang agresif telah menyebabkan arus capital outflow pada pasar negara berkembang dan juga kenaikan indeks dolar yang mendepresiasi mata uang di beberapa negara. Hal itu tercermin dari tekanan pada nilai tukar rupiah cenderung terkendali di tengah arus capital outflow, terutama pada pasar obligasi.
“Rata-rata nilai tukar rupiah berada di level Rp14.881 per dolar per September 2022. Meskipun demikian, risiko volatilitas nilai tukar dan potensi capital outflow pasar keuangan masih perlu diwaspadai, sejalan dengan masih berlangsungnya normalisasi kebijakan moneter global,” sambungnya.
LPS menilai pemulihan ekonomi perlu terus didorong dengan kebijakan stimulus yang berimbang dan tetap memperhatikan faktor stabilitas jangka panjang, salah satunya dengan memberikan ruang perbankan untuk merespons kebijakan suku bunga bank sentral dengan menjaga cakupan penjaminan serta tetap suportif bagi fungsi intermediasi perbankan.
Purbaya menegaskan pihaknya akan terus melakukan pemantauan secara intensif untuk memastikan tingkat bunga penjaminan tetap berjalan dengan perkembangan kondisi perbankan dan pemulihan ekonomi.
“Ke depan, LPS akan terus memantau perkembangan dan respons suku bunga simpanan perbankan, serta berupaya menjaga sinergi kebijakan lintas otoritas, terutama moneter dan fiskal untuk mendukung proses pemulihan ekonomi yang lebih cepat dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel