Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan reasuransi diingatkan menyikapi lonjakan klaim asuransi kredit dengan mitigasi menyeluruh.
Direktur Utama Indonesia Re Benny Waworuntu menyatakan produk asuransi kredit merupakan salah satu kontributor terbesar penyumbang klaim. Namun demikian, terdapat tantangan yang harus segera dimitigasi.
“Kami memahami bahwa kredit diperlukan untuk meringankan daya beli masyarakat dan menggerakkan sektor riil. Ini hanya masalah tentang bagaimana memitigasi risiko kredit [lonjakan klaim] dan mengelolanya secara komprehensif,” kata Benny dalam acara Indonesia Re International Conference 2022 bertajuk ‘Reinsurance and Economic Resilience: Dealing with Climate Change, Pandemic and Geopolitical Challenges’, Rabu (28/9/2022).
Lebih lanjut, Benny menyampaikan kondisi tersebut juga diperparah dengan situasi geopolitik yang masih berlangsung sampai sekarang, seperti perang Rusia-Ukraina, perang dingin AS-China, hingga pemilihan presiden mendatang di Indonesia.
Di samping itu, industri reasuransi global juga terus mengeras karena kenaikan harga yang disebabkan oleh peningkatan klaim yang mengakibatkan ketersediaan kapasitas terbatas. Situasi ini, lanjut Benny, mengakibatkan industri reasuransi dalam negeri turut menghadapi tekanan yang lebih besar. Oleh sebab itu, Benny menekankan bahwa industri reasuransi memainkan peran yang sangat penting sebagai katalis bagi industri keuangan secara keseluruhan.
“Industri reasuransi memiliki fungsi yang sangat penting dalam mendukung industri asuransi, di mana kemampuan finansial yang solid merupakan prinsip utama yang harus dimiliki oleh perusahaan reasuransi,” ungkapnya.
Data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menunjukkan bahwa setiap tahun, terdapat enam perusahaan reasuransi di Indonesia menyumbang premi hampir US$2 miliar. Namun, dengan total ekuitas hanya sekitar US$400,60 juta per Juni 2020. Benny mengatakan bahwa industri pariwisata Tanah Air tidak memiliki kapasitas untuk mereasuransikan risiko perusahaan asuransi nasional.
“Kalau kita tidak bisa mengantisipasi risiko yang sedang berlangsung, defisit akan terus tumbuh. Risiko yang timbul dari perubahan iklim, pandemi, dan isu geopolitik merupakan tantangan global yang harus segera kita mitigasi,” ujarnya.
Benny mengingatkan bahwa Indonesia menjadi bagian dari ring of fire karena berisiko tinggi terhadap bencana dengan perubahan iklim yang tengah berlangsung. Di samping itu, Indonesia juga berkomitmen untuk menuju emisi nol bersih atau net zero emission pada tahun 2060, serta menjalankan program ekonomi hijau.
Selain itu, Benny menilai pandemi Covid-19 juga telah membuat industri reasuransi dan asuransi untuk menerapkan manajemen risiko dengan baik dan melibatkan melakukan stress test.
“Meski pandemi saat ini sudah terkendali, kita harus mengantisipasi dampaknya terhadap perekonomian dan kehidupan masyarakat,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel