Bisnis.com, JAKARTA — Bank digital di Indonesia menyiapkan sejumlah upaya untuk menjaga profitabilitasnya sampai dengan akhir 2022. Mulai dari menurunkan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) hingga memperbesar ekosistem digital.
PT Bank Jago Tbk. (ARTO), misalnya, meyakini seiring dengan pertumbuhan bisnis, BOPO perseroan akan menurun. Saat ini, cost to income ratio Bank Jago berada di level 69 persen, sedangkan tahun lalu masih bercokol di angka 120 persen.
Direktur Kepatuhan Bank Jago Tjit Siat Fun mengatakan bahwa perseroan masih memerlukan waktu untuk mencapai skala ekonomi yang maksimal. Sejak kuartal III/2022, ARTO telah mencapai break even point dan tidak mencatatkan kerugian.
“Dalam 3–4 tahun ke depan, kami yakin akan ada penurunan cost income ratio yang signifikan tahun ke tahun sampai mencapai steady state di level 30–35 persen,” ujar Tjit Siat Fun dalam keterbukaan informasi, dikutip pada Selasa (28/9/2022).
Seiring dengan hal tersebut, aset dan liabilitas serta margin bunga bersih (net interest margin/NIM) dan dana murah atau current account saving account (CASA) juga perlu dikembangkan agar rasio BOPO terus mengalami penurunan.
“Kami juga berencana ada fee based income untuk menurunkan BOPO, contohnya seperti dari wealth management products. Ini semua bisa membantu mendorong revenue dan laba akhir kami,” pungkas Tjit Siat Fun.
Sementara itu, PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) akan terus memperbesar ekosistem digital untuk meningkatkan jumlah transaksi sehingga mampu mendorong profitabilitas perseroan.
Direktur Utama Bank Raya Kaspar Situmorang menuturkan bahwa anak usaha BRI Group ini akan menggunakan pendekatan O2O (online to offline) dan membangun komunitas melalui community branch, serta perusahaan finansial teknologi atau fintek.
Selain itu, emiten bank bersandi saham AGRO tersebut juga akan mendorong berbagai strategi digital marketing, yang ditunjang oleh sejumlah program guna meningkatkan retensi nasabah dalam menambah saldo dan bertransaksi.
Perseroan juga fokus mengeksplorasi potensi dari segmen pekerja informal atau gig economy. Melalui upaya ini, Bank Raya telah menyalurkan kredit senilai Rp1,5 triliun ke segmen tersebut.
Sebagai konteks, gig economy merupakan sebuah sistem ekonomi di mana perusahaan hanya mengontrak pekerja dalam jangka pendek atau jangka waktu tertentu. Dalam sistem ini seseorang dibayar per proyek dan bekerja sesuai dengan kontrak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel