Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa masa program restrukturisasi kredit Covid-19 kemungkinan besar akan diperpanjang. Akan tetapi hanya akan menyasar sektor tertentu dengan berbagai pertimbangan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan pihaknya saat ini sedang melakukan analisis akhir terkait dengan perpanjangan program restrukturisasi. Sebagaimana diketahui, program relaksasi bagi debitur perbankan itu akan berakhir pada Maret 2023.
Dian menuturkan bahwa masih ada beberapa komponen yang dipertimbangkan OJK sebelum menetapkan keputusan final. Meski demikian, kemungkinan besar program akan kembali diperpanjang karena mempertimbangkan situasi ekonomi saat ini.
“Melihat persoalan ekonomi kita yang masih belum lepas 100 persen dari Covid-19 dan tantangan global yang sekarang berkembang, tampaknya kami memang akan memperpanjang ini [restrukturisasi kredit],” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (3/10/2022).
Dian menjelaskan meski kemungkinan besar diperpanjang, OJK sampai saat ini belum dapat menyampaikan detail teknis terkait keputusan tersebut. Namun, yang dapat dipastikan, program restrukturisasi akan menyasar sektor-sektor yang masih kesulitan untuk pulih.
“Tentu sekarang kami mempertimbangkan tidak lagi cross the board tetapi kami betul-betul targeted secara sektor, secara geografis, dan juga secara krediturnya. Kami tentu tidak ingin kebijakan normalisasi kredit ini kemudian membahayakan pertumbuhan perekonomian dan mandat kami jelas untuk menjaga stabilitas keuangan,” tutur Dian.
Di sisi lain, Dian menyampaikan apabila program restrukturisasi tidak diperpanjang, gangguan terhadap sistem perbankan dinilai masih bisa ditangani. Hal ini tidak terlepas dari kuatnya pencadangan yang telah dilakukan oleh perbankan.
Selain itu, dampak terhadap rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) juga disebut tidak terlalu signifikan. Pasalnya, CAR industri perbankan pada Agustus 2022 tercatat meningkat menjadi 25,21 persen.
Hanya saja, kata Dian, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) dipastikan bakal meningkat jika program restrukturisasi berakhir tahun depan. “Tetapi ini pun masih di bawah 5 persen, masih di bawah rambu-rambu aman OJK,” kata Dian.
OJK menyampaikan bahwa profil risiko perbankan pada Agustus 2022 masih cukup terjaga dengan rasio NPL net sebesar 0,79 persen, sementara secara gross mencapai 2,88 persen.
Sementara itu, kredit restrukturisasi Covid-19 kembali mencatatkan penurunan sebesar Rp16,77 triliun menjadi Rp543,45 triliun per Agustus 2022. Jumlah nasabah restrukturisasi juga turun menjadi 2,88 juta dari posisi Juli yang sebesar 2,94 juta nasabah.
Dengan perkembangan tersebut, nilai restrukturisasi Covid-19 dan jumlah nasabah masing-masing telah turun sebesar 34,56 persen secara tahunan dan 57,90 persen dari titik tertingginya.
Meski tidak menurun secara signifikan, Dian menyatakan bahwa terus susutnya restrukturisasi kredit tetap mencerminkan perbaikan yang terjadi secara terus-menerus. Selain itu, penurunan restrukturisasi yang cukup melambat terjadi karena mendekati akhir dari program relaksasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel