Bisnis.com, JAKARTA – Cadangan devisa Indonesia dalam 8 bulan pertama tahun ini tercatat merosot US$12,7 miliar atau setara Rp190,5 triliun (kurs Rp15.000 per dollar AS) karena digunakan untuk menjaga pelemahan nilai tukar rupiah.
Berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI), cadangan devisa per Agustus 2022 tercatat sebesar US$132,2 miliar. Melorot sekitar US$12,7 miliar bila dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2021 sebesar US$144,9 miliar.
Cadangan devisa pada Agustus 2022 itu merupakan terendah dalam 27 bulan terakhir. Cadangan devisa hampir menyamai posisi Juni 2020 yang sempat menyentuh level US$131,1 miliar. Tertinggi cadangan devisa sempat menyentuh level US$146,9 miliar pada September 2021.
Kemampuan cadangan devisa untuk membiayai kebutuhan impor pun turun menjadi 6,1 bulan dari posisi akhir tahun lalu mencapai 8 bulan impor. Asumsi kebutuhan pembiayaan impor itu masih di atas konsensi dunia minimal 3 bulan.
Namun, kemampuan cadangan devisa Indonesia untuk membiayai kebutuhan impor itu di bawah rata-rata Asia. Berdasarkan data Bloomberg, cadangan devisa negara berkembang di Asia, kecuali China, rata-rata hanya mampu membiayai sekitar 7 bulan impor.
Angka itu terendah sejak krisis keuangan global pada 2008. Padahal, awal tahun ini, cadangan mampu membiayai 10 bulan impor. Bahkan 16 bulan pada Agustus 2020.
Bank sentral di dunia tengah dilanda penyusutan cadangan devisa karena digunakan untuk intervensi nilai tukar terhadap penguatan dolar AS. Data Bloomberg per Oktober 2022 menyebutkan cadangan devisa bank sentral di dunia melorot sekitar US$1 triliun sepanjang tahun ini.
Penurunan sekitar 7,8 persen itu membuat cadangan devisa dunia menyusut menjadi US$12 triliun. Penyusutan terbesar sejak 2003. Anjloknya cadangan devisa dunia itu sejalan dengan penguatan dolar AS ke level tertinggi dalam dua dekade terakhir.
Mata uang utama dunia, seperti euro dan poundsterling, melorot hingga nyaris selevel dengan dolar AS. Tekanan di pasar valas memaksa semakin banyak bank sentral, mulai dari India hingga Jepang, menguras cadangan guna menahan depresiasi.
Persediaan valas India anjlok US$96 miliar tahun ini, menjadi US$538 miliar. Pada September, bank sentral Jepang menghabiskan sekitar US$20 miliar atau 19 persen cadangan untuk memperlambat penurunan yen. Kebijakan intervensi mata uang pertama kali sejak 1998.
Agresifitas The Fed
Mata uang dunia rata-rata melemah terhadap dolar AS. Sebaliknya dolar AS terus menguat karena kebijakan The Federal Reverse mengerek suku bunga acuan. The Fed, begitu biasa disebut, sepanjang tahun ini telah menaikkan suku bunga sebanyak lima kali.
Terakhir, 22 September 2022, bank sentral asal Negeri Paman Sam itu menaikkan Fed Fund Rate sebesar 75 basis poin (bps) menjadi 3,0-3,25 persen. Sebelumnya, The Fed menaikkan suku bunga 75 bps pada 28 Juli dan 16 Juni, 50 bps pada 5 Mei, dan 25 bps pada 17 Maret.
Langkah agresif bank sentral AS ini membuat Fed Fund Rate berada di level tertinggi sejak krisis ekonomi 2008. Cukup beralasan, karena The Fed tengah memerangi lonjakan inflasi yang mendekati angka tertinggi sejak 1980-an.
Bahkan, pejabat The Fed mengisyaratkan untuk terus menaikkan Fed Fund Rate mencapai titik akhir sebesar 4,6 persen pada 2023. Akibat kebijakan The Fed ini membuat bank sentral seluruh dunia melakukan langkah serupa.
Dunia tengah dilanda inflasi akibat kebijakan pelonggaran moneter saat pagebluk Covid-19. Kala itu, bank sentral seluruh dunia ramai-ramai menyuntikkan dana ke sektor usaha untuk mengantisipasi krisis ekonomi.
Salah satu ‘residu’ dari penggelontoran dana itu adalah inflasi. Uang beredar melimpah, sementara stok barang tipis. Pasokan barang sedikit, karena saat pandemi produksi dikurangi, dampak penurunan permintaan.
Saat ekonomi pulih, dan permintaan meninggi, membuat harga barang naik. Diperparah dengan perang yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina. Harga pangan dan minyak dunia pun membumbung tinggi.
Untuk mengantisipasi kenaikan inflasi, mayoritas bank sentral di dunia mengerek suku bunga acuan. Sekaligus melawan hegemoni kebijakan The Fed. Namun, langkah tersebut tidak mempan meredam pelemahan nilai tukar.
Oleh sebab itu, bank sentral di seluruh dunia pun ramai-ramai melakukan intervensi nilai tukar dengan menggelontorkan cadangan devisa.
Federal Reserve Board Chairman Jerome Powell. - REUTERS / Yuri Gripas
Proyeksi Cadangan Devisa Indonesia
Cadangan devisa Indonesia diprediksi bakal melorot lebih dalam pada September 2022 akibat intervensi besar-besaran Bank Indonesia. Dana asing kabur karena sentimen kenaikan harga bahan bakar minyak selain karena faktor global. Dampaknya menekan nilai tukar rupiah.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan bahwa capital outflow yang terjadi pada September 2022 menyebabkan tekanan yang tinggi pada nilai tukar rupiah, sehingga diperlukan intervensi BI dan berdampak pada penurunan cadangan devisa.
“Adanya capital outflow secara bersamaan membuat rupiah melemah dan menurunkan cadangan devisa. Intervensi yang dilakukan BI juga turut menurunkan cadangan devisa,” katanya kepada Bisnis, Kamis (6/10/2022).
Di sisi lain, Riefky mengatakan bahwa pemerintah pada September 2022 juga melakukan penerbitan global bonds sebesar US$2,6 miliar. Penerbitan global bonds tersebut menjadi faktor penahan turunnya cadangan devisa.
Dia memperkirakan posisi cadangan devisa pada periode tersebut masih akan berada di atas US$130 miliar.
“Jadi dugaan kita akan berada di kisaran US$131 hingga US$132 miliar karena tekanan capital outflow cukup besar, tapi direm oleh penerbitan global bond tersebut,” jelasnya.
Data Cadangan Devisa Indonesia Periode 2021-2022
Realisasi Cadangan Devisa 2021-2022 | ||
---|---|---|
Bulan | Nilai (Miliar US$) | Kecukupan impor dan utang luar negeri (bulan) |
Januari 2021 | 138,0 | 10 |
Februari 2021 | 138,8 | 10 |
Maret 2021 | 137,1 | 9,7 |
April 2021 | 138,8 | 9,6 |
Mei 2021 | 136,4 | 9,1 |
Juni 2021 | 137,1 | 8,8 |
Juli 2021 | 137,3 | 8,6 |
Agustus 2021 | 144,8 | 8,7 |
September 2021 | 146,9 | 8,6 |
Oktober 2021 | 145,5 | 8,3 |
November 2021 | 145,9 | 8,1 |
Desember 2021 | 144,9 | 7,8 |
Januari 2022 | 141,3 | 7,3 |
Februari 2022 | 141,4 | 7,3 |
Maret 2022 | 139,1 | 7,0 |
April 2022 | 135,7 | 6,7 |
Mei 2022 | 135,6 | 6,6 |
Juni 2022 | 136,4 | 6,4 |
Juli 2022 | 132,2 | 6,1 |
Agustus 2022 | 132,2 | 6,0 |
September 2022 | 130,8 | 5,7 |
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel