Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan hingga 5 persen pada akhir tahun ini karena laju inflasi yang tinggi sepanjang tahun berjalan.
Bank DBS Indonesia dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) menyiapkan sejumlah langkah menghadapi tingginya suku bunga acuan itu.
Sebagaimana diketahui, dalam dua bulan terakhir Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps), sehingga menjadi 4,25 persen. DBS Group Research memperkirakan bahwa pada akhir 2022, suku bunga acuan Bank Indonesia akan naik lagi 75 bps ke level 5 persen.
Director of Institutional Banking Group Bank DBS Indonesia, Kunardy Lie mengatakan, kenaikan suku bunga itu akan juga berpengaruh ke kinerja perbankan. "Bank akan menyeimbangkan portofolionya," ungkapnya di sela acara signing ceremony penyaluran pendanaan Rp500 miliar dari Bank DBS Indonesia kepada eFishery pada Jumat (7/10/2022).
Bank DBS Indonesia pun, katanya, akan berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman ke sejumlah sektor berdasarkan profil risikonya. Menurutnya, ada sejumlah sektor yang mengalami penurun daya beli.
"Misalnya konsumsi barang mewah, pasti akan berkurang. Kemudian, pembelian produk otomotif akan turun karena bunganya naik terus," ujarnya.
Selain itu, kenaikan suku bunga akan membuat perbankan mengelola margin dari aset dan liabilitas secara kompleks.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Rudi As Aturridha juga menuturkan bahwa kenaikan suku bunga acuan dari Bank Indonesia membuat perbankan mesti menyesuaikan suku bunga simpanan dan kredit. Diproyeksikan, bank-bank akan membutuhkan waktu penyesuaian suku bunga simpanan dan kredit dalam 3 – 6 bulan ke depan.
“Penyesuaian ke dalam bunga kredit juga akan sangat bergantung kepada kualitas kredit di masing-masing bank sehingga adjustment tidak akan menimbulkan potensi kenaikan NPL [non-performing loan] ke depannya,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (22/9/2022).
Selain itu, kata Rudi, kondisi lain yang menjadi pertimbangan antara lain likuiditas pasar dan struktur biaya dana atau cost of fund untuk suku bunga dana.
“Ke depannya, kami akan terus memantau perkembangan suku bunga acuan, posisi likuiditas, dan kompetisi di pasar, agar rate yang kami berikan ke nasabah tetap kompetitif,” pungkasnya.
Rudi menambahkan bahwa dari sisi industri, kondisi perbankan Indonesia saat ini cukup baik dengan permodalan yang kuat dan kondisi likuiditas terjaga baik. Pertumbuhan kredit juga terus berakselerasi sejalan dengan pemulihan ekonomi.
Bank sentral mencatat kredit perbankan tumbuh 10,62 persen secara year-on-year (yoy). Adapun pemulihan intermediasi juga diperlihatkan perbankan syariah yang mencatatkan kenaikan pembiayaan sebesar 18,7 persen.
Selain itu, permodalan perbankan tetap tangguh dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) per Juli 2022 sebesar 24,86 persen. Risiko juga terkendali tecermin dari rasio kredit bermasalah atau NPL sebesar 2,90 persen (bruto) dan 0,82 persen (neto).
Likuiditas perbankan sampai dengan Agustus 2022 tetap terjaga didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 7,77 persen secara tahunan, meskipun capaian ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Juli 2022 sebesar 8,59 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel