Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank DBS Indonesia telah mencatatkan penyaluran pinjaman untuk sektor Environmental, Social, and Governance (ESG) senilai Rp2 triliun. Meski begitu, portofolio penyaluran dana itu tergolong masih kecil.
Director of Institutional Banking Group Bank DBS Indonesia mengatakan, hingga saat ini ada sejumlah pembiayaan yang diberikan oleh Bank DBS Indonesia terkait ESG. Bank DBS Indonesia misalnya telah menyalurkan pinjaman (loan facility) jangka pendek senilai Rp500 miliar kepada startup perikanan eFishery.
Menurutnya, pembiayaan tersebut telah masuk dalam prinsip-prinsip ESG untuk segmen sosial, khususnya bagi kesejahteraan pembudidaya ikan eFishery.
Bank DBS Indonesia juga telah menandatangani fasilitas pinjaman senilai Rp394,14 miliar (US$27,5 juta) dengan PT Jaya Bumi Paser (JBP), anak usaha Indika Energy.
Kerja sama antara Bank DBS Indonesia dan Indika Energy merupakan transisi pembiayaan untuk mendanai proyek pengembangan sumber energi baru dan terbarukan berbasis biomassa yaitu wood pellet yang akan dilakukan oleh JBP.
Selain itu, ada juga sejumlah inisiatif lain yang dijalankan oleh Bank DBS Indonesia untuk mendorong pembiayaan terkait ESG. "Jadi, loan untuk exposure ESG selama ini sudah mencapai Rp2 triliun," ujarnya di sela acara signing ceremony penyaluran pendanaan Rp500 miliar dari Bank DBS Indonesia kepada eFishery pada Jumat (7/10/2022).
Menurutnya, outstanding pembiayaan untuk ESG di Bank DBS Indonesia saat ini terhitung masih kecil. Ia berharap, ke depan pembiayaan terkait ESG akan lebih besar lagi. "Kita lihat ke depan ESG ini jadi satu area prioritas," ujarnya.
Upaya mendorong pembiayaan ESG Bank DBS Indonesia ini juga didukung oleh sejumlah program. Bank DBS misalnya berambisi memberi dukungan terbaik kepada penerapan ekonomi hijau. Bank DBS juga memiliki target net zero emission pada 2050.
Bank DBS juga telah menyiapkan sejumlah strategi jangka pendek dan menengah untuk mendorong pengembangan ekonomi hijau atau green economy oleh perbankan.
Langkah pertama adalah menangani intensitas karbon di portofolio DBS. Langkah kedua semakin menumbuhkan keyakinan adanya lajur transisi bagi beragam industri.
DBS menerapkan skenario yang digunakan secara global, seperti oleh Network for Greening the Financial System (NGFS) atau International Energy Agency (IEA).
Ketiga, menetapkan taksonomi yang membagi aktivitas keberlanjutan dan transisi berdasarkan sektornya. Hal ini tertuang dalam dokumen Sustainable and Transition Finance Framework and Taxonomy yang dimiliki DBS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel