Kondisi Ekonomi Menantang, Unit-Linked Semakin Tertekan? 

Bisnis.com,14 Okt 2022, 17:48 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Karyawan beraktivitas di depan logo Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Kamis (14/7/2022). /Bisnis-Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Pemain industri asuransi jiwa perlu waspada terhadap dampak gejolak kondisi perekonomian terkini, sebab berpotensi memperpanjang tren perlambatan premi dari produk asuransi dikaitkan investasi (PAYDI atau unit-linked).

Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim Kholilul Rohman sepakat bahwa perlambatan premi unit-linked secara umum disebabkan komitmen para pemain industri asuransi jiwa untuk berbenah diri, menyesuaikan produknya dengan aturan main baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sebagai informasi, saat ini para pemain industri asuransi jiwa masih dalam proses menyesuaikan aturan anyar terkait unit-linked dari OJK, seiring terbitnya Surat Edaran OJK No. 5/2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (SEOJK PAYDI) pada Maret 2022 lalu. 

"Tentu fenomena ini bisa dibilang positif kalau penyebabnya hanya karena internal dari pemain asuransi jiwa itu sendiri yang sedang mengerem karena menyesuaikan regulasi baru. Tapi, bisa juga dibaca secara negatif, kalau tren ini berlanjut, dan ternyata lebih disebabkan kepercayaan masyarakat terus menurun atau karena memang daya beli mereka tertekan," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (13/10/2022). 

Menurut Ibrahim, turunnya kepercayaan masyarakat untuk membeli produk unit-linked berkaitan dengan maraknya kasus gagal bayar akibat fenomena misselling dari para agen dalam beberapa tahun belakangan. 

Fenomena ini sebenarnya masih bisa diatasi dengan peningkatan literasi dan awareness terkait unit-linked, dibarengi upaya perbaikan dari para pemain terhadap para agennya. 

Sementara itu, apabila tren perlambatan premi unit-linked merupakan dampak kondisi perekonomian terkini yang membuat daya beli masyarakat tertekan, maka hampir tidak ada jalan keluar buat para pemain untuk memulihkan portofolio unit-linked miliknya. 

"Kalau daya beli masyarakat menurun, dampaknya bukan hanya terhadap pendapatan premi unit-linked yang kembali melambat, tapi juga terkait melonjaknya klaim surrender dari pemegang polis unit-linked terkini. Bisa jadi, mereka akan lebih memprioritaskan produk proteksi biasa yang lebih terjangkau, bahkan bisa juga hanya bergantung pada BPJS Kesehatan atau asuransi dari kantornya," tambahnya. 

Sebagai gambaran, industri asuransi jiwa berada dalam tren koreksi pendapatan premi sebesar 8,9 persen (year-on-year/yoy) menjadi Rp95,68 triliun per Juni 2022 dari Rp105,05 triliun per Juni 2021. Porsi dari unit-linked senilai Rp56,7 triliun menjadi pemberat, karena anjlok hingga 11 persen yoy ketimbang periode Juni 2021 senilai Rp64,19 triliun. 

Sebelumnya, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon masih optimistis bahwa perlambatan unit-linked hanya sementara karena penyesuaian dari para pemain, terutama terkait pembenahan agen. 

"Aturan OJK terkait PAYDI itu sudah berjalan beberapa bulan. Jadi sudah semakin banyak tenaga pemasar yang menyiapkan diri untuk mampu mendistribusikan produk sesuai aturan tersebut. Kalau tadinya baru sebagian agen yang siap, seiring berjalannya waktu akan menuju 100 persen siap dengan aturan tersebut," ungkapnya dalam diskusi terbatas bersama media beberapa waktu lalu. 

Menurutnya, pendapatan premi unit-linked berpotensi kembali menggeliat pada akhir 2022 dan 2023 nanti apabila para pemain sudah 100 persen menyesuaikan diri, serta bertambahnya produk-produk unit-linked baru yang relevan dengan kondisi terkini. 

Budi menekankan apabila telah ada titik temu antara minat masyarakat dengan munculnya produk asuransi yang mampu menjangkau segmen lebih luas dan turut disertai kesiapan agen dalam memasarkannya, ada peluang pendapatan premi pada tutup buku tahun ini lebih baik ketimbang tahun lalu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini