Menilik Urgensi Program Penjaminan Polis di Industri Asuransi

Bisnis.com,18 Okt 2022, 03:01 WIB
Penulis: Rika Anggraeni
Menilik Urgensi Program Penjaminan Polis di Industri Asuransi. Karyawan beraktivitas di depan logo Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Kamis (14/7/2022). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat menyebut bahwa program penjaminan polis di industri asuransi menjadi hal yang sangat krusial, mengingat banyaknya keluhan nasabah perusahaan asuransi. Diharapkan, kehadiran program penjaminan polis akan meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia.

Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 30 September 2022, industri keuangan nonbank (IKNB) yang terdiri dari asuransi, pembiayaan, dan aktivitas keuangan di perusahaan fintech menjadi sektor yang paling banyak menerima pengaduan dari nasabah. Keluhan tersebut terdiri dari penipuan, kesulitan klaim, hingga perilaku petugas penagihan.

Secara terperinci, total pengaduan yang diterima OJK untuk asuransi sebanyak 946 pengaduan, 2.089 pengaduan yang berasal dari pembiayaan, dan 2.019 dari fintech.

Pengamat Asuransi yang juga Dosen Program MM-FEB Universitas Gadjah Mada Kapler Marpaung menilai peran edukasi dan perlindungan konsumen dari OJK sebagai regulator belum berjalan secara optimal, yang tercermin dari semakin banyaknya kasus-kasus perasuransian, khususnya kasus gagal bayar.

Jika dibedah, Kapler menyampaikan setidaknya terdapat 3 kasus gagal bayar yang bisa menjadi catatan. Pertama, Asuransi Jiwasraya (Persero) yang mulai mencuat pada 2018, yaitu berupa gagal bayar produk saving plan, program restrukturisasi (haircut), dan migrasi ke IFG Life.

Kasus gagal bayar yang kedua adalah Asuransi Jiwa Kresna Life pada 2020, yakni utang kepada nasabah sebesar Rp2,37 triliun. Untuk kasus ini, ujar Kapler, OJK telah mengeluarkan sanksi berupa Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU). 

Kemudian yang ketiga, yaitu Asuransi Jiwa Wanaartha Life yang mulai muncul pada 2020. Sama seperti Asuransi Jiwa Kresna Life, OJK juga telah mengeluarkan sanksi PKU.

Menurut Kapler, apabila telah terbentuk penjaminan polis, diharapkan bisa meningkatkan literasi dan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi. Alhasil, tambah Kapler, penetrasi industri asuransi juga semakin meningkat.

“Oleh karena itu, pendirian program penjaminan polis menjadi sangat urgent,” kata Kapler dalam acara Webinar Nasional bertajuk 'RUU PPSK - Program Penjaminan Polis' yang diselenggarakan secara virtual, Senin (17/10/2022).

Sekadar informasi, penyelenggaraan program penjaminan polis tertuang dalam amanat Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian pada Bab XI Pasal 53 ayat (2). Lebih lanjut, pada ayat tersebut juga disebutkan bahwa penyelenggaraan program penjaminan polis dibentuk paling lama 3 tahun sejak UU tersebut diundangkan. Namun, tak kunjung berjalan.

Dalam draft final Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) disebutkan bahwa program penjaminan polis asuransi akan diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), di mana tugas LPS terdiri dari merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan program penjaminan polis dan melaksanakan penyelenggaraan program penjaminan polis.

Kapler mengungkapkan adanya beberapa alasan pertimbangan LPS menjalankan program penjaminan polis. Dia menuturkan bahwa industri perasuransian dan OJK setelah 8 tahun belum berhasil menjalankan amanat Pasal 53 UU Nomor 40 tahun 2014.

“Selama 8 tahun, industri asuransi dan OJK belum berhasil menjalankan amanat undang undang nomor 40 tahun 2014 tersebut. Oleh karena itu setelah 8 tahun, kita tentu boleh kepada satu kesimpulan bahwa serahkan saja kalau begitu kepada lembaga penjaminan simpanan yang sudah berdiri,” tuturnya.

Kapler menekankan bahwa industri asuransi merupakan bagian dari sektor keuangan. Pasalnya, stabilitas sistem keuangan nasional yang kuat dan tangguh juga harus ditandai dengan sehatnya semua lembaga keuangan, termasuk asuransi.

“Apabila ada sektor keuangan tidak sehat, maka stabilitas keuangan nasional tidak bisa dicapai secara kuat dan tangguh. Oleh karena itu, industri asuransi ini juga perlu disehatkan supaya kita bisa mencapai stabilitas sistem keuangan yang kuat dan tangguh,” ungkapnya.

Lebih lanjut, dia memaparkan bahwa stabilitas sistem keuangan tidak dapat dikatakan kuat dan tangguh apabila satu sektor keuangan memiliki sisi lemah dan kurang sehat. Oleh sebab itu, perasuransian memiliki peran penting dalam perbankan. Adapun, penyehatan dan penguatan sektor perasuransian nasional merupakan bagian integral dari target pemerintah untuk menjadi negara kuat dan negara maju pada 2045.

"Lembaga penjaminan polis akan meningkatkan kepercayaan dari masyarakat tentang industri perasuransian,” terangnya.

Berdasarkan temuan OECD (2013), Dewan Pendiri Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (KUPASI) Irvan Raharjo mengatakan program penjamin polis telah dilakukan oleh 26 negara dengan berbagai skenario di dalam menjalankan lembaga penjaminan polis.

Irvan menuturkan, beberapa negara menyelenggarakan program penjamin polis secara luas di antaranya Korea Selatan dan Inggris. Kemudian, beberapa negara yang menyelenggarakan program penjamin polis secara terbatas, di antaranya Kanada dan Amerika Serikat.

Ada pula beberapa negara yang menyelenggarakan program penjamin polis terbatas asuransi jiwa seperti Austria dan Jerman. Tak hanya itu, beberapa negara juga tidak menjamin polis korporasi atau hanya berupa polis individu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Aprianus Doni Tolok
Terkini