Bisnis.com, JAKARTA - Perkumpulan Agen Asuransi Indonesia (PAAI) angkat bicara soal sanksi pidana bagi agen asuransi nakal, yang mengemuka dalam RUU Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK) alias omnibus law keuangan.
Sebagai konteks, RUU P2SK Pasal 75 menyebut setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan informasi, atau memberikan informasi yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan kepada calon pemegang polis asuransi, diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
Ketua Umum PAAI Deddy Karyanto menekankan pada prinsipnya memang diperlukan adanya aturan yang tegas terhadap agen asuransi yang menyesatkan pemegang polis, alias terbukti melakukan praktik misselling.
"Memang ada saja oknum agen yang sekadar jualan, sehingga mengabaikan prinsip pelayanan terhadap nasabah. Namun, perlu diingat juga bahwa agen yang profesional dan berkelakuan baik itu jauh lebih banyak. Jangan sampai semua sentimen negatif industri asuransi itu lantas seperti semuanya bersumber dari salahnya agen," ujarnya ketika ditemui Bisnis selepas acara HUT ke-6 PAAI, Selasa (18/10/2022).
Deddy menyebutkan fenomena misselling juga berakar dari minimnya pelatihan atau training dari perusahaan asuransi terhadap para agennya. Bahkan, kata dia, merupakan buah dari pelatihan soal pemasaran produk yang memang keliru sejak awal dari perusahaan asuransi.
Selain itu, PAAI juga menyoroti pola rekrutmen agen tanpa standar. Tak heran, banyak kasus pemegang polis yang terjebak misselling karena telanjur percaya saja dengan oknum agen yang notabene merupakan orang terdekatnya, bukan dari agen yang memiliki pengetahuan cukup.
"Saya sendiri masih melihat ada ketimpangan soal pelatihan agen dari perusahaan asuransi. Memang mayoritas perusahaan sudah berupaya keras menuju ideal. Tapi di sisi lain, masih ada juga yang sekadarnya. Padahal, agen asuransi itu penting untuk selalu ditekankan soal sisi pelayanannya, bukan untuk jualan saja," tambahnya.
Dia juga menyoroti fenomena agen asuransi yang cenderung berpindah-pindah perusahaan. Penyebabnya, kebijakan kontrak kerja yang kurang relevan dan munculnya aksi saling bajak agen dari perusahaan asuransi. Alhasil, pelayanan seorang agen terhadap pemegang polis pun jadi kurang maksimal.
"Maka dari itu, kami paham aturan yang lebih tegas merupakan upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada pemegang polis secara lebih baik, dan kami akan mendukung. Tapi kami juga berharap para pemangku kepentingan bisa melihat fenomena ini secara proporsional. Kami terbuka untuk diminta berdiskusi dari sisi kondisi agen di lapangan," tambahnya.
Ke depan, Deddy juga berharap para agen asuransi semakin sadar untuk berkelompok dan mau mengikuti perkumpulan untuk mencari ilmu dan saling berbagi dengan para agen lain. PAAI pun berharap pemerintah dan otoritas ikut menyuarakan hal ini.
PAAI sendiri terus berupaya menjadi jembatan dari semua keluhan dan masukan para agen kepada pihak perusahaan asuransi, pemerintah, maupun otoritas. PAAI juga berupaya terus meningkatkan kualitas para agen, salah satu contohnya lewat training rutin bertajuk Fun Friday yang menghadirkan agen berpengalaman dan praktisi bidang asuransi.
"Sebenarnya kalau semua agen asuransi menjalankan profesi dengan benar, tidak akan ada misselling. PAAI selalu menekankan bahwa setiap agen itu harus berdiri di pihak nasabah. Tidak ada yang namanya jualan cepat, karena pelayanan akan terus ada sampai nasabah nantinya mengajukan klaim," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel