Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) akan menggelar konferensi pers terkait hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Kamis (21/10/2022). Suku bunga acuan bakal naik lagi?
Seperti diketahui, salah satu hasil RDG BI yang paling ditunggu-tunggu pelaku pasar, yaitu pengumuman suku bunga acuan BI atau BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Bank Indonesia agresif menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,25 persen pada September 2022. Posisi ini merupakan yang tertinggi dalam dua tahun terakhir atau sejak Juli 2020.
Sejalan dengan keputusan ini, BI menetapkan suku bunga Deposit Facility sebesar 50 basis poin menjadi 3,5 persen dan suku bunga Lending Facility menjadi 5,0 persen.
"Keputusan kenaikan suku bunga acuan merupakan langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasaran 2—4 persen pada 2023," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil RDG BI bulan lalu.
Beberapa ekonom yang dihubungi Bisnis memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan atau BI-7 Days Repo Rate (BI7DRR) hingga 50 basis poin atau menjadi 4,75 persen pada pengumuman RDG bulan Oktober 2022.
Berikut Analisis 4 Ekonom yang Memprediksi Suku Bunga Acuan BI Naik Jadi 4,75 Persen
1. Bank Mandiri
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memprediksi BI akan menaikan suku bunga acuan (BI7DRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen pada RDG pada Oktober 2022.
Dia menyampaikan bahwa kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah Bank Indonesia untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah.
Di samping itu, kenaikan suku bunga juga sebagai langkah untuk mengantisipasi lonjakan inflasi ke depan. Pasalnya, laju inflasi diperkirakan tetap tinggi hingga akhir tahun.
“Kami prediksi suku bunga acuan naik 50 basis poin pada RDG bulan ini, dikarenakan depresiasi rupiah dan lanjutan second round effect dari kenaikan harga BBM pada inflasi,” katanya kepada Bisnis, Rabu (19/10/2022).
Faisal mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah yang disebabkan oleh penguatan dolar Amerika Serikat saat ini belum mencerminkan level fundamentalnya.
Menurutnya, rupiah masih berpotensi menguat pada akhir ke level Rp14.900 hingga Rp15.100 per dolar AS, tentunya dengan didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi terjaga, dan manajemen fiskal yang baik.
2. Bank Danamon
Analis Makroekonomi Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan suku bunga acuan akan kembali dinaikkan sebesar 50 basis poin.
Kenaikan suku bunga menurutnya diperlukan untuk menjangkar kenaikan inflasi, serta untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah yang tertekan akibat keluarnya arus modal asing dari pasar keuangan domestik.
“Kita lihat inflasi on track naik terus dan rupiah tertekan karena capital outflow akibat The Fed yang agresif. Jadi BI perlu kasih signal bahwa kita juga siap catch up agar rupiah tidak tertekan,” jelasnya.
Dia memperkirakan suku bunga acuan pun masih berpotensi mengalami kenaikan sebesar 50 basis poin menjadi 5,25 persen pada akhir 2022.
Hal ini dikarenakan laju inflasi yang diperkirakan masih meningkat tinggi. Faiz memperkirakan tingkat inflasi hingga akhir tahun akan mencapai 6,49 persen (year-on-year/yoy).
3. Bank Permata
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin menjadi 4,75 persen.
Dia menjelaskan, keputusan kenaikan suku bunga acuan tersebut diperlukan untuk menjangkar ekspektasi inflasi, khususnya second round effect dari penyesuaian harga BBM pada September lalu.
Selain itu, kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin tersebut juga untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga the Fed yang diperkirakan lebih agresif pada November 2022 menyusul data inflasi yang masih tinggi di Amerika Serikat (AS).
“Kenaikan BI7DRR [BI-7 Day Reverse repo Rate] juga merupakan langkah pre-emptive mengantisipasi kenaikan suku bunga Fed pada bulan November mendatang sebesar 75 basis poin menjadi 4 persen,” katanya kepada Bisnis, Rabu (19/10/2022).
Josua mengatakan, kenaikan suku bunga acuan pada RDG bulan ini diharapkan dapat menjaga daya tarik investasi pada aset keuangan Indonesia.
Pasalnya, kondisi nilai tukar dan pasar modal domestik cenderung terkoreksi di tengah sentimen kenaikan suku bunga the Fed yang tetap agresif mengingat inflasi di AS masih cenderung tinggi.
“Jadi kenaikan suku bunga BI ditujukan untuk menjangkar ekspektasi inflasi serta mendorong stabilitas nilai tukar rupiah,” kata dia.
4. LPEM UI
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan, hal tersebut mempertimbangkan tingkat inflasi yang terus melambung di atas kisaran target BI pasca kenaikan harga BBM bersubsidi pada awal September lalu, serta derasnya arus modal keluar akibat pengetatan moneter yang agresif oleh bank sentral di seluruh dunia.
“BI perlu menaikkan suku bunga sebesar 50 bps menjadi 4,75 persen pada bulan ini,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (19/10/2022).
Menurut dia, langkah tersebut diharapkan mampu meredam dampak ketidakpastian eksternal pada pasar keuangan dan valuta asing domestik.
Kemudian, pada saat yang sama pemerintah Indonesia dapat melakukan berbagai cara untuk menjaga momentum pemulihan permintaan dan optimisme sektor riil terhadap prospek pertumbuhan ekonomi nasional.
Melonjaknya harga komoditas global akibat permintaan yang terpendam pasca pandemi Covid-19 ditambah dengan kelangkaan pasokan terus meningkatkan harga energi dan pangan global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel