Bisnis.com, JAKARTA — Perbankan diramal akan kesulitan menghimpun tabungan dan deposito seiring kenaikan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan dampak kenaikan suku bunga acuan dengan ekstream adalah perbankan akan kesulitan dalam menghimpun dana pihak ketiga (DPK). Sebab, kondisi persaingan mencari DPK meningkat dan menjadi ketat.
Selain itu, kenaikan suku bunga acuan BI akan memengaruhi net interest margin (NIM) dan cost of fund. "Jadi bank harus kreatif jaga kinerjanya, minimal sampai akhir tahun ini," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (21/10/2022).
Bank Indonesia (BI) kemarin (20/10/2022) telah mengumumkan menaikkan suku bunga acuan BI7DRR sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen. Sebelumnya, 2 bulan lalu BI juga telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps.
Saat perebutan tabungan dan deposito meningkat, yang biasanya diiringi dengan iming bunga menarik. Bank tidak bisa secara mendadak menaikkan suku bunga acuan mengikuti siklus BI. "Karena mereka masih kesulitan mencari customer," ujarnya
Menurutnya, dampak kenaikan suku bunga kredit perbankan akan terasa pada tahun depan. "Pada semester awal 2023, baru perbankan akan menaikan suku bunga kredit," ungkapnya.
Pengamat Ekonomi Perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto juga mengatakan, transmisi kenaikan suku bunga acuan BI kepada perbankan saat ini masih rendah. "Sekarang masih belum signifikan. Jadi mestinya ini terkendali," katanya.
Namun, ia memperkirakan bahwa perbankan akan menghadapi kondisi sulit pada tahun depan. "Perkiraan saya akan terjadi pelambatan penyaluran kredit perbankan pada awal 2023. Pertumbuhannya menjadi 8-9 persen. Kemudian, non-performing loan (NPL) juga naik tapi terhitung rendah berdasarkan data historis Indonesia," ujarnya.
Menurutnya, kondisi sulit tahun depan terjadi karena kekhawatiran resesi global dan geopolitik yang tidak menentu.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, menurutnya perbankan mesti menyiapkan pencadangan, permodalan, dan menjaga likuiditas. "Akan sangat mungkin terjadi tekanan-tekanan nilai tukar dan likuiditas, ini sambil dilakukan risk manajemen kredit," ungkapnya.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam RDG BI, Kamis (20/10/2022) juga mengatakan bahwa transmisi suku bunga acuan BI terhadap suku bunga perbankan masih belum berjalan secara penuh. Hal tersebut menurutnya menunjukkan bahwa perbankan masih dalam posisi untuk meningkatkan pertumbuhan.
"Positioning perbankan itu ingin terus mendorong pertumbuhan. Ini dilihat dari kredit yang tumbuh pesat," ujarnya.
BI mencatat, pertumbuhan kredit pada September 2022 tumbuh 11 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Sementara itu, pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah tercatat lebih tinggi dibandingkan rata-rata industri, yaitu 19 persen yoy.
Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha juga mengatakan bahwa secara umum, diproyeksikan bank-bank akan membutuhkan waktu penyesuaian suku bunga simpanan dan kredit dalam 3-6 bulan ke depan.
Kemudian, suku bunga dasar kredit (SBDK) akan mengikuti kondisi pasar dengan memperhatikan tingkat suku bunga acuan, kondisi likuiditas bank, serta tingkat kompetisi dengan bank lain.
"Bank Mandiri tetap berupaya menjaga tingkat biaya bunga yang optimal sebagai upaya untuk mendukung kestabilan tingkat suku bunga kredit yang disalurkan ke masyarakat dan menjaga pertumbuhan kredit serta profitabilitas ke depan," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel