Bisnis.com, JAKARTA — Portofolio bank di surat berharga negara (SBN) tercatat mengalami pertumbuhan yang melambat. Perbankan pun masih percaya diri mengejar likuiditas melalui kredit dibandingkan konservatif mengejar portofolio di SBN.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian keuangan, portofolio bank di SBN per 19 Oktober 2022 mencapai Rp1.615 triliun, naik 7,5 persen secara tahunan (year on year/yoy) dari Rp1.501 triliun tahun lalu.
Sedangkan, pertumbuhan portofolio bank di SBN saat ini melambat jika dibandingkan 2021. Per 19 Oktober 2021 penempatan dana bank di SBN meningkat hingga 10,2 persen yoy, dari Rp1.362 triliun menjadi Rp1.501 triliun.
Pertumbuhan SBN berbanding terbalik dengan kredit bank yang tumbuh pesat saat ini dibandingkan tahun lalu. Bank Indonesia (BI) mencatat per September 2022 kredit perbankan tumbuh 11 persen yoy. Sementara, kredit perbankan pada September 2021 hanya 2,21 persen yoy.
Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan, SBN memang merupakan salah satu portofolio bank untuk optimalisasi likuiditas selain penyaluran kredit. Namun, perseroan masih percaya diri untuk mengejar likuiditas dari kredit.
Di BRI, per akhir kuartal II 2022 tercatat bahwa penempatan dana di SBN naik 9,84 persen. Sementara, penempatan efek-efek termasuk surat berharga di BRI mencapai Rp319 triliun.
BRI menempatkan dana di SBN dengan memperhatikan pertumbuhan penyaluran kredit dan juga simpanan selain perkembangan kondisi pasar.
"Hal tersebut mempertimbangkan kondisi ekonomi baik global maupun domestik yang masih belum menentu," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (21/10/2022).
Sedangkan, angka pertumbuhan SBN BRI itu juga masih kalah dibandingkan pertumbuhan kredit. Tercatat, sepanjang paruh pertama tahun ini penyaluran kredit BRI tumbuh 10,04 persen menjadi Rp1.003,62 triliun.
Sebelumnya, Direktur Keuangan BRI Viviana Dyah Ayu mengatakan bahwa perseroan sejak awal tahun sudah menetapkan target pertumbuhan kredit di rentang 9–11 persen yoy. BRI juga optimistis target tersebut dapat tercapai.
Sedangkan, BCA mencatatkan portofolio surat berharga, termasuk penempatan dana di SBN pada kuartal II/2022 sebesar Rp229,6 triliun naik 10 persen yoy berdasarkan laporan keuangannya.
Pertumbuhannya surat berharga BCA juga kalah dibandingkan pertumbuhan penyaluran kredit yang mencapai 13,27 persen yoy menjadi Rp656,87 triliun per kuartal II/2022.
Lalu, Bank Mandiri mencatatkan portofolio surat berharga, termasuk di SBN pada kuartal II/2022 sebesar 286,8 triliun naik signifikan 36,4 persen yoy. Pertumbuhan portofolio surat berharga Bank Mandiri memang lebih besar dibandingkan pertumbuhan kredit mereka 10,67 persen yoy, menjadi Rp891,12 triliun.
Namun, Corporate Secretary Bank Mandiri Rudi As Aturridha tetap optimis kredit perseroan akan tumbuh lebih pesat lagi.
“Seiring dengan kondisi perekonomian domestik yang masih kuat kami optimis pertumbuhan kredit Bank Mandiri mampu mencapai target yang ditetapkan yakni sebesar 11 persen, terutama pada sektor-sektor yang resilien seperti perkebunan maupun industri makanan dan minuman," ujarnya.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan, portofolio bank di SBN memang merupakan cara untuk cari aman bank.
"Itu hanya untuk cari aman. Memang cukup menguntungkan dan minim risiko. Secara jangka panjang pun bagus di tengah kondisi yang semakin tidak jelas tahun depan," ujarnya.
Namun, kredit masih menjadi andalan bagi bank dalam mengoptimalkan likuiditas. Ia juga memperkirakan, tahun depan kredit perbankan akan tumbuh pesat.
"Kalau tahun depan, di kuartal-kuartal awal itu, kredit akan cenderung naik. Ini dikarenakan bank akan cepat-cepat tancap gas sebelum pada Maret 2023 restrukturisasi dicabut," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel