OJK Minta Asuransi Bermasalah Revisi Rencana Penyehatan

Bisnis.com,31 Okt 2022, 18:59 WIB
Penulis: Rika Anggraeni
Karyawan beraktivitas di dekat logo-logo perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Rabu (5/1/2021). /Bisnis-Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat masih terdapat beberapa perusahaan lembaga jasa keuangan yang masuk ke dalam kategori perusahaan asuransi bermasalah. Maka dari itu, OJK meminta kepada perusahaan tersebut untuk segera merevisi rencana penyehatan keuangan (RPK). 

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan sejumlah perusahaan asuransi telah menyampaikan rencana bisnis dengan asumsi masih dapat tumbuh hingga akhir tahun ini, meski terdapat indikasi tingkat suku bunga, nilai tukar, hingga pertumbuhan ekonomi yang menghantui penyusunan rencana bisnis perusahaan asuransi.

“Sejauh ini, rencana bisnis berjalan secara normal, kecuali perusahaan-perusahaan yang dalam keadaan bermasalah. Kita meminta kepada perusahaan lembaga jasa keuangan untuk menyusun rencana penyehatan keuangan [RPK]. Itu yang menjadi tantangan,” ujar Ogi dalam sesi interview bersama Bisnis Indonesia secara daring pada Jumat (28/10/2022) petang.

Umumnya, Ogi menuturkan bahwa rencana bisnis tahunan perusahaan yang dalam kondisi baik masih sesuai dengan rencana. Sementara itu, perusahaan yang sudah masuk ke dalam kategori bermasalah, OJK menantikan solusi penyehatan dalam RPK perusahaan asuransi. Akan tetapi, dia menekankan bahwa rencana penyehatan itu memerlukan komitmen dari pemegang saham, direksi, dan komisaris.

“Beberapa perusahaan banyak yang kita minta direvisi RPKnya. RPKnya kita revisi karena tidak make sense, jadi kalau itu belum kita sepakati, mereka akan merevisi RPK sehingga itu bisa dilakukan. Kita sebagai pengawas memonitor RPK,” ujarnya.

Ogi menyadari bahwa secara individual, masih terdapat beberapa perusahaan baik asuransi, pembiayaan, dan dana pensiun berada dalam kondisi kurang sehat atau tidak sehat. Ada beberapa hal yang menjadi indikator, tetapi utamanya perusahaan dengan risk-based capital (RBC) di bawah 120 persen, sebagaimana mestinya angka minimal yang ditetapkan OJK sebesar 120 persen sesuai POJK No. 71/POJK.05/2016.

Sementara itu, untuk dana pensiun, sambung Ogi, indikator kurang sehat adalah rasio kecukupan dana (RKD) di bawah 100 persen. Artinya, perusahaan dana pensiun tersebut secara jangka pendek tidak bisa memenuhi kewajibannya dan harus dilakukan penyetoran (top up) oleh pendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Muhammad Khadafi
Terkini