Bos BI Optimistis Inflasi Akhir Tahun Lebih Rendah dari 6,3 Persen

Bisnis.com,03 Nov 2022, 13:25 WIB
Penulis: Maria Elena
Ilustrasi Bos BI Optimistis Inflasi Akhir Tahun Lebih Rendah dari 6,3 Persen./JIBI-Alby Albahi

Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi pada akhir 2022 dapat mencapai tingkat yang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, yaitu di bawah 6,3 persen.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa sebelumnya, tingkat inflasi akibat kenaikan harga BBM diperkirakan dapat menyentuh level 6,6 persen pada akhir 2022.

Pada Oktober 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tercatat sebesar 5,71 persen secara tahunan atau secara bulanan mencatatkan deflasi sebesar 0,11 persen.

“Pada akhir tahun semula kami perkirakan 6,6 persen, dengan realisasi ini bahkan bisa lebih rnedah dr 6,3 persen. itu inflasi IHK [Indeks Harga Konsumen],” katanya dalam konferensi pers Hasil Rapat Berkala KSSK IV Tahun 2022, Kamis (3/11/2022).

Sejalan dengan itu, Perry memperkirakan tingkat inflasi inti, komponen inflasi yang menggambarkan daya beli masyarakat, juga berpotensi mencapai tingkat yang lebih rendah dari perkriaan sebelumnya.

“Inflasi inti, bulan Oktober kemarin 3,3 persen, semula kami perkirakan 3,7 persen. Inflasi inti juga [diperkirakan] lebih rendah. Di akhir tahun inflasi inti dengan realisasi [Oktober 2022] bisa lebih rendah dari 4,3 persen,” kata Perry.

Dia menjelaskan, penurunan inflasi pada Oktober 2022 didorong oleh koordinasi yang kuat antara BI bersama dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam mengendalikan inflasi pangan dan mengakselerasi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

Di samping itu, penurunan juga dipicu oleh pemberian insentif dari pemerintah pusat bagi pemerintah daerah yang dapat menurunkan inflasi pangan.

“[Realisasi inflasi pangan yang lebih rendah bahkan deflasi menjadi faktor positif. Bahkan, dampal Second round dan third round dari penyesuaian harga BBM ke inflasi lebih rendah,” jelasnya.

Dia menambahkan, faktor pendukung lainnya adalah langkah stabilisasi nilai tukar rupiah yang dilakukan oleh BI sehingga menahan inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga barang impor (imported inflation). 

Sejalan dengan itu, BI juga menaikkan suku bunga acuan secara front loaded, preemptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti bisa dibawah 4 persen pada semester 1/2023.

“Kalau inflasi bisa terkendali, juga bisa menjadi pendukung pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat meningkat, dan memberi dukungan fundamental terhadap stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Perry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini