Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta bank memperkuat modal dan meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) guna menangkal skenario naiknya kredit bermasalah pada 2023.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan bahwa penguatan dolar Amerika Serikat (AS), yang diikuti dengan volatilitas harga komoditas, berpotensi memengaruhi kinerja lembaga jasa keuangan, mulai dari portofolio investasi, likuiditas, hingga kredit.
Dia juga menyatakan bahwa OJK akan mengevaluasi valuta asing atau valas, termasuk pinjaman komersial luar negeri pada lembaga jasa keuangan di tengah tren penguatan dolar AS.
Oleh karena itu, OJK mendorong lembaga jasa keuangan untuk melakukan langkah antisipatif guna menangkal risiko nilai tukar yang diperkirakan masih akan meningkat. Salah satu caranya dengan memperkuat permodalan dan meningkatkan CKPN.
“OJK meminta lembaga jasa keuangan untuk memperkuat permodalan dan CKPN untuk bersiap dalam menghadapi skenario pemburukan akibat kenaikan risiko kredit, serta meningkatkan buffer likuiditas untuk memitigasi meningkatnya risiko likuiditas,” ujarnya Kamis (3/11/2022).
Selain itu, Mahendra menuturkan bahwa OJK akan mendorong perusahaan pembiayaan untuk mendiversifikasi sumber pendanaan. Hal ini bertujuan mengantisipasi keterkaitan antara ruang likuiditas di sektor perbankan dengan akselerasi laju pertumbuhan kredit.
OJK juga mendorong bank umum untuk memenuhi modal inti sesuai ketentuan yang dapat ditempuh melalui konsolidasi. Industri perbankan dan industri asuransi juga diminta menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit ataupun pembiayaan.
Sebagai catatan, dana pihak ketiga (DPK) valas perbankan terus bertumbuh di tengah menyusutnya cadangan valas di gudang bank sentral dunia. Hal ini seiring dengan gencarnya intervensi moneter dalam rangka melindungi mata uang lokal akibat penguatan dolar AS.
Data Bank Indonesia menunjukkan DPK valas perbankan per Agustus 2022 meningkat 12,1 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp1.049,6 triliun. Lebih tinggi dibandingkan DPK rupiah yang bertumbuh 7,6 persen menjadi Rp6.305,1 triliun.
Sementara itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melaporkan bahwa per September 2022 suku bunga simpanan valas menunjukkan kenaikan seiring dengan meningkatnya suku bunga offshore (luar negeri) dengan kenaikan maksimum 17 basis poin (bps) menuju level 0,94 persen.
Adapun suku bunga minimum serta rata-rata seluruh bank valuta asing masing-masing meningkat 10 bps dan 15 bps ke level 0,45 persen dan 0,70 persen.
Di tengah situasi ini, Bank Indonesia bakal memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dengan tetap berada di pasar sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi, terutama imported inflation.
Bank sentral juga akan melakukan intervensi di pasar valas baik melalui transaksi spot, domestic non deliverable forward (DNDF), maupun pembelian atau penjualan surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel