Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan ancang-ancang untuk menurunkan kasta hingga likuidasi bank jika hingga akhir tahun ini masih ada yang belum memenuhi ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun.
Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, bank diharuskan memiliki modal inti sebesar Rp3 triliun pada akhir 2022.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan hingga saat ini ada sejumlah bank yang masih belum memenuhi ketentuan modal intinya. Namun, ia belum bisa menyampaikan jumlah bank tersebut.
“Karena saat ini memang di pengawas, kami intensif koordinasi dengan pemilik bank agar memastikan pemenuhan ketentuan modal inti Rp3 triliun. Mudah-mudahan pada akhir November menjadi jelas, berapa bank tersisa yang tidak bisa penuhi Rp3 triliun,” ujarnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK secara daring, Kamis (3/11/2022).
Dian mengatakan, apabila bank tidak mampu memenuhi ketentuan modal inti tersebut, OJK menyiapkan sejumlah opsi. Pertama, bank akan dipaksa merger. “Ada Peraturan OJK (POJK) tentang perintah tertulis, salah satunya agar memastikan ketentuan OJK dipenuhi, ini juga termasuk untuk merger,” ungkapnya.
Kedua, OJK akan menerapkan down grading bank untuk jadi bank perkreditan rakyat (BPR) bagi bank yang tidak memenuhi ketentuan modal inti Rp3 triliun. Ketiga, self liquidation atau likuidasi oleh bank yang tidak mampu mencapai modal inti Rp3 triliun.
Sebelumnya, sejumlah bank gencar mengejar ketentuan modal inti Rp3 triliun tersebut. PT Bank National Nobu Tbk (NOBU) misalnya mengejar pemenuhan modal inti dengan menjalankan opsi rights issue. Bank Nobu kini tengah mencari investor strategis guna menyerap saham yang akan ditawarkan pada aksi korporasi tersebut.
"Perseroan akan melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dalam waktu dekat dengan dilanjutkan proses right issue," kata Direktur NOBU Januar Angkawidjaja dalam keterbukaan informasi pada Senin (31/10/2022).
Sedangkan, Bank Nobu mencatatkan peningkatan modal inti pada kuartal III/2022 menjadi Rp1,59 triliun dari Rp1,42 triliun pada kuartal III/2021. Namun, hingga saat ini Bank Nobu masih jauh dari pemenuhan minimum modal inti Rp3 triliun.
Kemudian, PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) tinggal sedikit lagi memenuhi ketentuan minimum modal inti. Berdasarkan laporan keuangan per kuartal III/2022, Bank Ina berhasil membukukan modal inti Rp2,96 triliun, naik dari Rp2,38 triliun per September tahun lalu.
Bank Ina mengejar ketentuan modal inti melalui rights issue sebanyak-banyaknya 296,85 juta saham dengan nilai nominal Rp100 per saham.
PT Bank Ganesha Tbk. (BGTG) pun mencatatkan peningkatan modal inti dari Rp1,05 triliun pada September 2021 menjadi Rp2,15 triliun per September 2022.
Bank Ganesha gencar mempertebal modal inti salah satunya melalui rights issue sebanyak 7,5 miliar saham dengan harga Rp120 per saham. Pemegang saham pengendali Bank Ganesha, Equity Global International Limited juga menambah tebal kepemilikan sejak 21–25 Oktober 2022. Perusahaan asal Hong Kong ini tercatat telah membeli 1,45 miliar saham jelang rights issue emiten bank bersandi BGTG.
Selain itu, PT Bank Capital Indonesia Tbk. (BACA) mencatatkan peningkatan modal inti dari Rp1,57 triliun per kuartal III/2021 menjadi Rp2,08 triliun per kuartal III/2022. BACA sendiri berupaya mempertebal modal intinya dengan melakukan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMTD) atau private placement.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel