Tangkal Resesi dan Suku Bunga Tinggi, Ini Strategi Bank Jago (ARTO)

Bisnis.com,03 Nov 2022, 20:21 WIB
Penulis: Hafiyyan
Bank Jago mengantisipasi tren suku bunga tinggi dan mengantisipasi risiko resesi terhadap bank digital. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, SINGAPURA - Emiten perbankan PT Bank Jago Tbk. (ARTO) turut mengantisipasi risiko resesi global tahun depan dan dampak peningkatan suku bunga The Fed terkini.

Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar mengatakan dalam situasi krisis, bank harus memiliki modal yang kuat, mampu membuat buffer untuk manajemen risiko, dan membukukan laba yang berkelanjutan. Namun, tentunya kalau resesi terjadi yang terkena dampaknya bukan hanya bank digital, tetapi juga bank korporasi, consumer, hingga bank besar, bahkan industri lainnya.

"Makanya sebagai industri perbankan kita harus saling menjaga bersama. [Kalau] terjadi resesi kita harus bersama-sama menjaga kepercayaan masyarakat. Karena kalau satu kena, yang lain bisa terimbas," jelasnya di sela acara acara Singapore Fintech Festival (SFF) ke-7, Kamis (3/11/2022).

Kharim menjelaskan, Bank Jago tentunya tetap mengantisipasi kemungkinan terburuk, meskipun sejumlah analis dan ekonom memprediksi Indonesia bebas dari bahaya resesi pada tahun depan.

Terkini, industri perbankan memantau dampak kenaikan suku bunga The Fed. Sebagai informasi, Bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve atau The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin pada pertemuan 1—2 November 2022 kemarin.

Ekonom yang disurvei oleh Bloomberg akhir bulan lalu memperkirakan kenaikan 50 basis poin pada Desember, tetapi hampir sepertiga telah memperkirakan kenaikan kelima 75 basis poin. Mereka melihat tingkat suku bunga The Fed memuncak pada 5 persen tahun depan.

Menurut Kharim, dalam menghadapi ketidakpastian akibat kenaikan suku bunga The Fed, Bank Jago akan tetap fokus dalam pengembangan ekosistem digital dan memperkuat fundamental kinerja.

"The Fed naikkan suku bunga ke 4 persen, dan rencananya naik 5 persen, siapa yang bisa prediksi, bahkan The Fed belum bisa mengetahui pasti. Yang jelas kita harus punya strategi decision. Kita tetap fokus ekosistem digital, tentunya lihat kondisi. Yang penting fundamental kita kuat," jelasnya.

Bank Jago mencatatkan mengumpulkan laba bersih setelah pajak senilai Rp41 miliar per kuartal III/2022. Pada periode yang sama tahun lalu, bank digital yang didirikan oleh Jerry Ng ini masih merugi Rp32,9 miliar.

Laba Bank Jago disokong oleh pertumbuhan pendapatan bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan beban bunga. Per kuartal III/2022, pendapatan bunga dari bisnis konvensional dan syariah mencapai Rp1,08 triliun, naik 205 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).

Kharim menyampaikan, kenaikan suku bunga The Fed tentunya akan disusul oleh kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. Hal ini nantinya akan memengaruhi bunga kredit.

Oleh karena itu, Bank Jago akan memperkuat ekosistem digital, khususnya untuk patner lending yang mencapai 32 perusahaan patner. Nantinya patner lending bisa bertambah, hingga akhirnya Bank Jago siap memberikan kredit secara langsung (direct lending) kepada nasabah.

"Peluang kolaborasi tentunya kita terbuka. Kita akan terus menambah patner sampai pada suatu hari kita siap direct lending," katanya.

Terkait pembagian keuntungan Bank Jago dari kolaborasi, Kharim menjelaskan hal itu bergantung kesepakatan dengan para patner, seperti Gojek, Bibit, dan Home Credit. Ada yang nasabah dari patner, Bank Jago hanya memberikan dana, ada juga yang kerja sama 50:50.

"[Keuntungan Bank Jago] hasil dari kolaborasi tergantung kesepakatan dengan patner," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hafiyyan
Terkini