Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan penurunan outstanding restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 sebesar Rp23,81 triliun sepanjang September 2022 menjadi Rp519,64 triliun.
"Jumlah nasabah juga menurun menjadi 2,63 juta nasabah dari bulan sebelumnya yang mencapai 2,75 juta nasabah," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK secara daring, Kamis (3/11/2022).
Sejumlah bank mencatatkan penurunan kredit restrukturisasi Covid-19. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) misalnya telah mengalami penurunan outstanding kredit restrukturisasi karena para debiturnya sudah mulau pulih dari krisis akibat pandemi Covid-19.
Tercatat, outstanding restrukturisasi Covid-19 BRI per Juni turun menjadi Rp 129,5 triliun. Kemudian, jumlah debitur penerima kredit restrukturisasi menjadi 1,59 juta debitur.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, ada Rp81,47 triliun kredit yang sudah lunas seiring pemulihan pandemi Covid-19. Kemudian, masih ada Rp31,5 triliun yang kembali melakukan kewajiban pembayaran sesuai ketentuan. Lalu, ada Rp10,2 triliun kredit restrukturisasi yang tidak bisa diselamatkan dan kredit dihapuskan.
"Total BRI telah melakukan restrukturisasi Rp252,6 triliun kredit dari sekiar 3,97 juta nasabah," ujarnya dalam dalam pembukaan Capital Market Summit & Expo, bulan lalu (13/10/2022).
Begitu juga dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI). Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan bahwa pihaknya sudah melaksanakan program restrukturisasi diterbitkannya POJK No. 11/POJK.03/2020. Aturan ini memberikan relaksasi bagi seluruh debitur yang terdampak oleh pandemi.
Siddik menuturkan sejak program itu bergulir, total portofolio restrukturisasi Bank Mandiri tercatat sebanyak Rp98 triliun. Adapun, sampai dengan Juni 2022, nilai tersebut mengalami penurunan ke posisi Rp58,2 triliun atau berkurang sekitar Rp40 triliun.
“Sebagian besar dari debitur tersebut sudah kembali normal, sebagian sudah lunas, sebagian sudah bayar, dan sebagian juga sudah tidak lagi dalam program restrukturisasi,” ujarnya pada September 2022.
Sementara itu, kebijakan OJK terkait restrukturisasi kredit akan segera berakhir pada Maret 2023. Namun, OJK tengah menyiapkan respons kebijakan restrukturisasi kredit baru yang bersifat sektoral dan terarah. Langkah ini dilakukan agar lembaga jasa keuangan mampu menangkal segala potensi risiko pada 2023.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan bahwa langkah tersebut bertujuan mendukung keberlanjutan pemulihan ekonomi untuk mengatasi scarring effect, sekaligus menjaga kinerja fungsi intermediasi.
Mahendra menyampaikan OJK saat ini sedang menyiapkan kebijakan yang mengincar sektor tertentu, antara lain, berupa restrukturisasi serta penetapan perlakuan khusus untuk lembaga jasa keuangan di sektor tertentu yang terdampak bencana alam dan non-alam.
“Kami akan mematangkan dalam waktu dekat untuk melihat sektor dan wilayah yang memerlukan dukungan restrukturisasi kredit untuk disampaikan kebijakan dan relaksasinya,” tuturnya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Kamis (3/11/2022).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel