Resesi Global 2023, Ini Ramalan Bos OJK Terkait Industri Perbankan

Bisnis.com,05 Nov 2022, 04:36 WIB
Penulis: Fahmi Ahmad Burhan
Kredit perbankan

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa stabilitas lembaga jasa keuangan termasuk perbankan masih terjaga di tengah ancaman resesi global tahun depan.

Dari sisi likuiditas, OJK mencatat bahwa perbankan hingga saat ini mempunyai likuiditas yang memadai. "Likuiditas industri perbankan pada September 2022 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuiditas yang terjaga," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK secara daring, Kamis (3/11/2022).

Tercatat, rasio alat likuid per non-core deposit (AL/NCD) mencapai 121,62 persen pada September 2022. Angka tersebut jauh di atas ambang batas 50 persen. Kemudian, alat likuid per dana pihak ketiga (DPK) mencapai 27,35 persen, masih di atas ambang batas 10 persen.

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa risiko kredit bermasalah perbankan masih terjaga. Tercatat bahwa rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) nett perbankan mencapai 0,77 persen. Angkanya turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 0,79.

Kemudian, NPL gross mencapai 2,78 persen, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 2,88.

Meski begitu, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan bahwa lembaga jasa keuangan seperti perbankan masih ada di bawah bayang-bayang buruknya kondisi ekonomi global tahun depan. Menurutnya, tingginya downside risk atas pertumbuhan ekonomi global mendorong International Monetary Fund atau IMF memperkirakan lebih dari sepertiga negara akan mengalami kontraksi pertumbuhan pada tahun ini atau tahun depan.

Dengan begitu, perekonomian global diperkirakan berada dalam profil pertumbuhan terlemah sejak 2001 di luar periode krisis.

Kemudian, terjadi pengetatan kebijakan moneter global. Bank Indonesia pun kembali meningkatkan suku bunga acuannya untuk menurunkan ekspektasi inflasi ke depan.

"Buruknya kondisi ekonomi global perlu dijaga. Pengetatan kebijakan moneter yang agresif, tekanan inflasi, dan fenomena strong dolar berpotensi menaikan cost of fund (CoF) dan memengaruhi ketersediaan likuiditas," ungkapnya.

Pergerakan suku bunga dan pelemahan nilai tukar juga berpotensi menaikan risiko pasar yang berpengaruh pada portofolio lembaga jasa keuangan seperti perbankan. Selain itu, risiko kredit juga diperkirakan meningkat seiring pelambatan pertumbuhan ekonomi.

Meskipun, menurutnya OJK juga akan menyiapkan langkah-langkah proaktif untuk memastikan stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga. Salah satu langkah yang akan diambil OJK adalah relaksasi yang bersifat targeted dan sectoral.

Sebelumnya, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin juga mengatakan bahwa tahun depan akan menjadi tahun yang berat, tidak hanya bagi perbankan tapi pelaku ekonomi secara keseluruhan.

Saat resesi global, inflasi akan meninggi. Bagi sektor perbankan, ini dikhawatirkan akan membawa masalah pada kualitas kredit.

"Bagaimanapun bank mesti hati-hati di tengah terpaan resesi, NPL akan tinggi, bank juga harus siapkan CKPN [Cadangan Kerugian Penurunan Nilai] yang besar," ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (25/10/2022).

Menurutnya, bagi bank pada kategori besar, kecukupan pencadangan masih aman. Namun, untuk kategori menengah dan kecil, dia bisa kena dampak signifikan kalau terjadi resesi global 2023.

Pengamat Ekonomi Perbankan dari Binus University Doddy Ariefianto juga mengingatkan agar perbankan menyiapkan pencadangan yang cukup.

"Permodalan juga mesti disiapkan, kemudian dijaga likuiditasnya. Akan sangat mungkin terjadi tekanan-tekanan nilai tukar dan likuiditas saat resesi global. Upaya-upaya ini dilakukan dengan risk manajemen kredit," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Novita Sari Simamora
Terkini