Ramalan Gubernur BI dan Bos OJK Soal Kinerja Kredit Bank pada 2023

Bisnis.com,06 Nov 2022, 20:19 WIB
Penulis: Dionisio Damara
Pegawai merapikan uang Rupiah di kantor cabang BNI, Jakarta, Rabu (28/9/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar meramalkan kinerja kredit perbankan tetap tumbuh pada 2023, meski risiko resesi global menghantui.

Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), pekan lalu, mengatakan bahwa dengan segala indikator ekonomi yang terus membaik, laju penyaluran kredit perbankan dapat terus bertumbuh sekitar 10 – 12 persen.

Adapun hingga akhir tahun ini, Perry meramalkan penyaluran kredit dapat tembus di kisaran 9 – 11 persen. Sampai dengan akhir September 2022, industri perbankan di Indonesia telah membukukan pertumbuhan kredit sebesar 11 persen.

Menurutnya, proyeksi pertumbuhan kredit yang terus meningkat didukung oleh faktor permintaan dari dunia usaha dan faktor penawaran perbankan.

Dari sisi penawaran atau supply perbankan, ada tiga faktor utama yang membuat bank akan terus menyalurkan kredit. Pertama, likuiditas perbankan dinilai masih sangat longgar tecermin dari alat likuid per dana pihak ketiga (AL/DPK) yang masih di atas 27 persen.

Dengan likuiditas yang masih longgar, Perry menyatakan kenaikan suku bunga acuan tidak akan membuat bank tergesa-gesa menaikkan suku bunga kredit sehingga hal tersebut tak menghambat laju pertumbuhan kredit ke depan.

“Faktor suku bunga masih menjadi faktor positif untuk perbankan menyalurkan kredit. Likuiditas tetap longgar, suku bunga kredit juga kami perkirakan tidak akan buru-buru naik,” ujarnya.

Faktor kedua adalah insentif. Menurutnya, KSSK yang berisikan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terus memberikan insentif bagi perbankan yang menyalurkan kredit.

Adapun implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong kredit, antara lain, pelonggaran rasio loan to value/financing to value (LTV/FTV) kredit properti, serta uang muka atau DP nol persen untuk semua jenis kendaraan bermotor baru.

“Kami juga memberikan insentif penurunan GWM [Giro Wajib Minimum] sampai 1,5 persen bahkan kami bisa menaikkan hingga 2 persen bagi bank-bank yang menyalurkan kredit kepada 42 sektor prioritas, termasuk UMKM,” ujarnya.

Faktor ketiga adalah standar kredit. Perry mengatakan bahwa berdasarkan hasil Survei Perbankan menunjukkan bahwa keinginan dan lending standard dari perbankan masih menunjukkan hasil positif.

Sementara itu, dari sisi permintaan atau demand, Perry mengatakan bahwa permintaan konsumsi masih bertumbuh yang juga diikuti dengan kenaikan dari sisi ekspor dan investasi. Peningkatan sejumlah sektor ini diperkirakan mampu mendorong permintaan kredit ke depan.

RAMALAN OJK

Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar juga menyerukan optimisme serupa. Dia menilai bahwa kredit perbankan pada 2023 dapat tumbuh 1,5 kali dari pertumbuhan produk domestik bruto atau PDB.

Proyeksi tersebut, kata Mahendra, menggunakan pola yang biasanya digunakan untuk menghitung pertumbuhan fungsi intermediasi. “Tentu dinamikanya akan kami cermati. Sejalan dengan itu, pertumbuhan DPK [dana pihak ketiga] akan tetap berjalan.

Sementara itu, untuk menghadapi dinamika global pada tahun depan, OJK meminta lembaga jasa keuangan memperkuat modal dan meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN).

Mahendra menyatakan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang diikuti dengan volatilitas harga komoditas berpotensi memengaruhi kinerja lembaga jasa keuangan, mulai dari portofolio investasi, likuiditas, hingga kredit.

“OJK meminta lembaga jasa keuangan untuk memperkuat permodalan dan CKPN untuk bersiap dalam menghadapi skenario pemburukan akibat kenaikan risiko kredit, serta meningkatkan buffer likuiditas untuk memitigasi meningkatnya risiko likuiditas,” pungkasnya.

Berdasarkan data OJK, fungsi intermediasi perbankan terpantau masih tangguh yang tecermin dari pertumbuhan kredit sebesar 11 persen year-on-year (yoy) pada September 2022. Kredit modal kerja dan korporasi jadi penopang dengan pertumbuhan 12,26 dan 12.97 persen yoy.

Di sisi lain, penghimpunan dana masyarakat di perbankan atau dana pihak ketiga (DPK) tumbuh 6,77 persen yoy. Kenaikan ini didorong oleh simpanan giro dan tabungan yang masing-masing bertumbuh sebesar 13,52 dan 10,05 persen yoy.

Pertumbuhan DPK juga diikuti dengan likuiditas perbankan yang masih memadai. Rasio alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) berada di level 121,62 persen dan alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) bercokol di posisi 27,35 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini