Soal PHK Besar-besaran, Ini Temuan Disperindag Jabar

Bisnis.com,09 Nov 2022, 19:32 WIB
Penulis: Wisnu Wage Pamungkas
Sejumlah pegawai PT Kahatex berjalan keluar kawasan pabrik di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Rabu (17/6/2020). Data dari Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, per 27 Mei 2020 sebanyak 3.066.567 pekerja dikenai pemutusan hubungan kerja dan dirumahkan akibat pandemi Covid-19. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Bisnis.com, BANDUNG — Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat turut mencermati perkembangan kabar terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri khususnya di tekstil dan produk tekstil (TPT).

Kadisperindag Jawa Barat Iendra Sofyan mengatakan pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan Apindo dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat terkait kabar tersebut. Menurutnya dari pertemuan, memang terjadi perbedaan data dan angka PHK dari kedua belah pihak.

“Memang ada data dispute antara Apindo dan Disnakertrans,” katanya pada bisnis, Rabu (9/11/2022).

Namun dari penelusuran pihaknya, industri TPT memang terganggu oleh kondisi perdagangan gobal, dimana permintaan dari luar negeri terus berkurang. Sementara 90 persen produksi TPT Jawa Barat diarahkan pada pasar luar negeri.

“Dampaknya produksi berkurang, ada PHK untuk efisiensi. Tapi untuk urusan tenaga kerja memang ranahnya Disnakertrans,” tuturnya.

Meski kinerja ekspor Jabar hingga triwulan III 2022 masih moncer, diakuinya sektor TPT tidak lagi menjadi penopang utama. Sementara terkait isu produk tekstil terganggu dengan aktifitas thrifting, Iendra menyanggah. “Dampaknya belum terlalu besar,” katanya.

Namun dia mengaku produk tekstil Jawa Barat berpotensi terganggu oleh perdagangan online produk impor yang dilakukan marketplace.

Menurutnya hal ini menjadi dilema bagi regulator karena hak konsumen mendapatkan barang dari manapun, belum lagi jumlah transaksi digital di marketplace yang terus bertambah setiap tahun. “Ini ada dilema di era digital, ada sektor lain yang dirugikan dari perkembangan ini,” tuturnya.

Pihaknya juga menilai pemerintah dan pengusaha harus segera mencari jalan keluar terkait pemenuhan bahan baku TPT yang saat ini masih import.

Iendra menilai selain seretnya permintaan, mahalnya harga bahan baku impor juga menjadi persoalan bagi ongkos produksi pengusaha. “Ini memberatkan industri,” katanya.

Disperindag Jabar sendiri mendorong agar para pengusaha di industri TPT untuk tidak melakukan PHK namun mengubah jadwal kerja para buruh.

Menurutnya dengan pengaturan jadwal kerja yang baru, buruh tidak di PHK namun masih bisa mendapatkan penghasilan. “Tidak digaji full, tapi tidak di PHK. Sambil menunggu situasi kembali pulih,” ujarnya.

Iendra berharap gonjang-ganjing PHK ini bisa diselesaikan dengan adanya komunikasi dan penyamaan persepsi antara pengusaha dan buruh, terutama terkait pembahasan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2023 yang tengah berproses.

Pemerintah sudah memiliki aturan terkait penetapan upah, diharapkan kedua belah pihak berpegang pada aturan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ajijah
Terkini