Kompak, Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS Bareng Mata Uang Lain

Bisnis.com,14 Nov 2022, 09:30 WIB
Penulis: Annisa Kurniasari Saumi
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimajarn

Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dibuka menguat pada perdagangan awal pekan ini, Senin (14/11/2022). Rupiah dibuka menguat bersama mata uang lain di kawasan Asia.

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah mengawali perdagangan dengan penguatan sebesar 0,03 persen atau 5 poin ke Rp15.490 per dolar AS. Sampai pukul 09.15 WIB, indeks dolar AS terpantau melemah 1,65 persen atau 1,78 poin, di level 106,41.

Di tengah penguatan rupiah, mata uang di kawasan Asia bergerak bervariasi. Mata uang yen Jepang melemah 0,09 persen, won Korea Selatan menguat 0,17 persen, yuan China menguat 0,28 persen, dan ringgit Malaysia memimpin dengan menguat 0,65 persen.

Sebelumnya, Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah kemungkinan hari ini akan dibuka berfluktuatif, tetapi ditutup menguat di rentang Rp15.460-Rp15.540.

Ibrahim mengatakan dolar AS jatuh ke posisi terendah dalam dua bulan setelah inflasi AS mereda. Imbal hasil treasury juga turun karena investor memposisikan diri untuk kenaikan suku bunga yang lebih kecil oleh Federal Reserve pada Desember.

Data menunjukkan inflasi IHK AS tumbuh 7,7 persen pada Oktober, yang merupakan laju paling lambat dalam sembilan bulan terakhir. Hal ini menunjukkan kenaikan suku bunga yang tajam oleh The Fed mulai memiliki efek yang dimaksudkan untuk menurunkan inflasi.

"Ini juga mendorong ekspektasi bahwa The Fed akan memperlambat laju kenaikan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang," ujar Ibrahim dalam risetnya, Jumat (11/11/2022).

Sementara dari dalam negeri, sentimen datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal IV/2022 akan sedikit mengalami moderasi.  Hal ini mempertimbangkan sikluas perekonomian yang biasanya melambat di akhir tahun, serta high base effect di kuartal IV/2021.

"Di tengah optimisme pemulihan yang terus berjalan, meningkatnya risiko ketidakpastian serta melemahnya prospek pertumbuhan global akibat konflik geopolitik perlu terus diantisipasi. PMI manufaktur global sudah mulai berada pada zona kontraksi dalam 2 bulan terakhir," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Pandu Gumilar
Terkini