Ekonomi Jatim Diprediksi Hanya Tumbuh 5 - 5,5 Persen Sampai Akhir Tahun

Bisnis.com,15 Nov 2022, 17:01 WIB
Penulis: Peni Widarti
(Dari kanan-kiri). Chief Economist Bank Permata Josua Pardede, Deputi Kepala BI Jatim Rizki Ernadi Wimanda, Guru Besar Universitas Brawijaya Candra Fajri Ananda dan Moderator atau Guru Besar Universitas Airlangga Rudi Purwono dalam gelaran Jatim Talk yang digelar Bank Indonesia di Surabaya, Selasa (15/11/2022)./Bisnis - Peni Widarti

Bisnis.com, SURABAYA — Bank Indonesia Kantor Perwakilan Jawa Timur memprediksi ekonomi Jatim hingga akhir tahun ini bisa tumbuh sekitar 5 - 5,5 persen (yoy) atau lebih rendah perkiraan semula karena dampak awal ekonomi global yang terkontraksi.

Deputi Kepala BI Jatim, Rizki E. Wimanda mengatakan memang kondisi ekonomi global tidak sedang baik-baik. IMF juga sudah memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia 2022 hingga 2023 terus melambat.

“Hal ini tentu juga mengancam kita semua, baik negara maju seperti Eropa, Jepang maupun negara berkembang. Sehingga kami perkirakan ekonomi Jatim sampai akhir tahun ini hanya 5 - 5,5 persen, tetapi ini masih lebih bagus di atas 5 persen,” jelasnya dalam Diseminasi Laporan Perekonomian Provinsi "Jatim Talk" Triwulan III/2022, Selasa (15/11/2022).

Seperti diketahui, kata Rizki, pertumbuhan ekonomi Jatim pada kuartal III/2022 tercapai 5,5 persen lebih rendah dari nasional. Namun dibandingkan secara kumulatif Januari - September 2022 terhadap periode sama 2021, pertumbuhan ekonomi Jatim tumbuh 5,58 persen lebih tinggi dari nasional.

Pergerakan pertumbuhan ekonomi Jatim ini turut mendorong ekonomi di Pulau Jawa, dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi ekonomi Pulau Jawa sendiri mencapai sebesar 59 persen terhadap nasional.

“Jadi jika ekonomi Jatim tumbuh cukup baik maka akan turut menjaga ekonomi Indonesia dari dampak ekonomi global. Apalagi di Jatim yang menjadi penopang ekonominya adalah sektor industri pengolahan,” katanya.

Hanya saja, di tengah tantangan resesi tahun depan, industri pengolahan yang berorientasi ekspor bisa tertekan karena menurunnya permintaan pasar luar negeri yang mengalami resesi.

“Industri pengolahan sangat bergantung pada demand baik pasar dalam negeri maupun luar negeri terutama industri makanan minuman, sehingga perkiraan kami ke depan ekspor sedikit mengalami perlambatan karena ketidakpastian global,” ujarnya.

Untuk itu, kata Rizki, industri pengolahan Jatim perlu memperkuat pasar dalam negeri terutama yang selama ini menjadi pangsa pasarnya adalah Kawasan Timur Indonesia (KTI) terutama untuk produk makanan minuman (mamin). Kuatnya industri mamin di Jatim ini akan menjadi bantalan bagi ekonomi Jatim, berbeda dengan industri pengolahan di Jawa Barat yang lebih banyak ditopang industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan alas kaki sehingga sudah banyak PHK karyawan.

“Pasar domestik berhubungan dengan daya beli sehingga yang perlu dijaga adalah tingkat inflasinya jangan sampai tinggi. BI bersama TPID Jatim juga berupaya menjaga agar daya beli tidak tergerus dan kita berupaya menjaga maksimal 5 - 6 persen, dan inflasi inti jangan sampai 4 persen,” jelasnya.

Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede mengatakan meskipun kondisi ekonomi tahun depan yang diprediksi sebagai tahun gelap menurut kajian IMF dan World Bank, tetapi Indonesia masih cukup optmistis bisa tumbuh positif bahkan sampai akhir tahun ini ekonomi Indonesia tumbuh 5,72 persen.

“Sektor pertanian, manufaktur, perdagangan, dan konstruksi sebagian besar sudah mulai pemulihan dan ini akan berlanjut sampai akhir tahun. Untuk industri, di Jatim sektor mamin dan kimia dasar diharapkan masih resiliensi,” katanya.

Untuk itu pemerintah sangat perlu memperluas industrialisasi dan industri dasar yang akan menopang ekonomi Jatim. Selain itu rekomendasi kebijakan bagi pemerintah adalah menjaga daya beli masyarakat dengan mendorong terjaganya inflasi pangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Miftahul Ulum
Terkini