Bisnis.com, JAKARTA, PT Bank HSBC Indonesia menandatangani dokumen berisikan komitmen awal (Letter of Intent) kerja sama dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
Penandatanganan ini memperkuat komitmen HSBC dalam mendukung pemerintah Indonesia memodernisasi infrastruktur energi, memastikan transisi energi yang berkeadilan dan inklusif namun tetap menjaga pertumbuhan ekonomi. Penandatangan tersebut merupakan merupakan salah satu rangkaian acara pertemuan G20.
Dalam forum G20, HSBC bergabung dalam GFANZ Indonesia JETP Working Group untuk bekerja secara erat dengan pemerintah Indonesia dan lembaga International Partners Group, untuk memobilisasi dan memfasilitasi sekurangnya US$10 miliar pendanaan swasta dalam tiga sampai lima tahun ke depan untuk mendukung Just Energy Transition Partnership(JETP) secara jangka panjang.
Presiden Direktur Bank HSBC Indonesia Francois de Maricourt mengatakan pendanaan untuk transisi membutuhkan kolaborasi yang belum pernah ada sebelumnya antara sumber dana pemerintah dan swasta.
“Pembentukan GFANZ JETP Working Group bertujuan untuk merubah janji menjadi aksi nyata dan membantu Indonesia mencapai target pengurangan emisi dan pembangunan dalam cara yang bertanggung jawab,” kata Francois dalam siaran pers, Selasa (15/11/2022).
Dia menuturkan saat ini perseroan dan sejumlah nasabah masih memiliki kontribusi dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca. Namun demikian, perseroan memiliki strategi untuk mengurangi emisi yang kami hasilkan dan membantu para nasabah mengurangi emisi nasabah.
Untuk diketahui, secara global, HSBC telah mengalokasikan hingga US$1 triliun, dalam keuangan dan investasi, pada 2030 untuk mendukung klien HSBC dalam membuktikan bisnis mereka di masa depan, termasuk pembiayaan hijau.
Indonesia sendiri merupakan negara yang potensial untuk menerapkan paradigma ESG. Selain itu, ada banyak sektor di Indonesia yang berpeluang mendapat pembiayaan berkelanjutan bila bertransisi ke operasi bisnis yang rendah karbon.
"Ini jadi pasar masa depan, peluangnya ada banyak di investasi dekarbonisasi ekonomi, low carbon energy, dan lainnya terkait ESG,” ujarnya dalam kunjungannya ke Wisma Bisnis Indonesia pada beberapa waktu lalu.
Apalagi, Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki risiko paling besar terkena dampak perubahan iklim. Berdasarkan data Bank Pembangunan Asia, perubahan iklim akan memangkas Pertumbuhan Domestik Bruto (GDP) negara-negara di Asia Tenggara sebesar 11 persen pada akhir abad ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel