Ancaman Resesi dan Optimisme Industri Asuransi Syariah

Bisnis.com,20 Nov 2022, 21:31 WIB
Penulis: Rika Anggraeni
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia/AASI. Ancaman Resesi dan Optimisme Industri Asuransi Syariah

Bisnis.com, JAKARTA – Di tengah ancaman resesi global dan tekanan perekonomian dalam negeri, industri asuransi syariah dinilai masih memiliki ruang yang besar untuk memacu pertumbuhan bisnisnya.

Sekadar informasi, menjelang tutup buku 2022, kinerja asuransi syariah hingga akhir September 2022 mengalami pertumbuhan seiring dengan menguatnya perekonomian nasional pada kuartal III/2022.

Sampai dengan kuartal III/2022, aset asuransi syariah mengalami kenaikan sebesar 3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp44,990 miliar. Pertumbuhan juga terjadi pada kontribusi bruto yang menjadi Rp19,958 miliar, naik 18,13 persen dibandingkan dengan kuartal III/2021.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman menyampaikan, jika ditinjau dari rekam jejaknya selama sedekade terakhir, industri asuransi syariah senantiasa mencatatkan pertumbuhan.

Erwin mengungkapkan dalam 1 dekade terakhir, terjadi pertumbuhan dari sisi jumlah pelaku usaha, aset dan juga perolehan dari sisi kontribusi premi.

“Data-data historical ini yang menumbuhkan keyakinan bahwa dalam beberapa tahun ke depan, industri asuransi syariah masih akan terus bertumbuh,” kata Erwin optimistis kepada Bisnis, Minggu (20/11/2022).

Berbekal data tersebut, Erwin optimistis pertumbuhan yang terjadi di aspek aset dan kontribusi di industri asuransi syariah dapat mencapai dua digit pada akhir 2022. Sementara itu, untuk periode 2023, Erwin menilai bahwa kinerja di asuransi syariah diperkirakan akan sedikit melandai.

“Hal ini bukan berarti industri asuransi-asuransi terganggu dengan adanya krisis atau resesi, namun lebih dikarenakan adanya beberapa aksi korporasi di perusahaan-perusahaan yang memiliki unit syariah,” ujarnya.

Menurutnya, dengan adanya pendirian perusahaan asuransi syariah baru, maka laju usaha pun akan sedikit terkontraksi. Tak hanya itu, pada 2023, diperkirakan juga ada sebagian kecil perusahaan yang akan melakukan pengalihan portofolio unit syariah ke perusahaan asuransi syariah lain yang sudah mendapatkan izin.

Dia megatakan, pengalihan ini juga berpotensi menyebabkan kontraksi di industri, sebab terdapat keengganan dari perusahaan asuransi untuk mengalihkan secara utuh dari portofolio syariah yang sebelumnya dimilikinya.

“Bayang-bayang krisis global maupun resesi, tentunya tidak dapat dipungkiri, bisa berpengaruh bagi industri. Namun kembali, berdasarkan data dan fakta, secara historical industri asuransi syariah lebih sustain ketimbang industri sejenis [konvensional],” ucapnya.

Sementara itu, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan bahwa secara umum, industri syariah masih memiliki potensi untuk tumbuh ke depan.

Huda mengatakan industri syariah memiliki pangsa pasar yang besar. Di sisi lain dia melihat penetrasi industri syariah di Indonesia tergolong rendah. Hal serupa menurutnya terjadi pula di industri asuransi konvensional.

“Maka dari itu, masih sangat terbuka potensi perusahaan asuransi syariah di Indonesia. Tahun depan pun masih ada potensi untuk berkembang,” tutur Huda.

Meski memiliki potensi di depan mata, Huda mewanti-wanti agar industri asuransi syariah tetap harus menjaga arus kas alias cashflow perusahaan, terutama menjaga likuiditas dari perusahaan.

“Ketika resesi, pengeluaran perusahaan asuransi cenderung meningkat karena klaim akan yang meningkat, itu yang harus diwaspadai,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yustinus Andri DP
Terkini