Bisnis.com, JAKARTA — Tren kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) akan membuat biaya dana bank atau cost of fund meningkat. Hal ini berpotensi mengganggu profitabilitas emiten bank digital, yang sebelumnya mengandalkan suku bunga tabungan tinggi untuk menggalang dana masyarakat.
Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 16–17 November 2022, BI kembali menaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen. Pada saat yang sama suku bunga deposit facility dan lending facility naik 50 bps menjadi 4,50 persen serta 6 persen.
Sebelumnya, BI telah menaikan suku bunga acuan secara berturut-turut pada Agustus (25 bps), September (50 bps), dan Oktober (50 bps).
Sementara itu, Bisnis mencatat upaya mempertebal dana murah telah dilakukan emiten bank digital seperti PT Bank Jago Tbk. (ARTO) dan PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI).
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin mengatakan di tengah tren tingginya suku bunga tersebut, cost of fund perbankan memang akan terdampak. "Bagi bank, upaya yang bisa dilakukan salah satunya meningkatkan dana murah (current account savings account/CASA) yang dihimpun agar tidak keluar cost of fund yang besar," katanya kepada Bisnis pada Senin (21/11/2022).
Analis MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi juga mengatakan bahwa tren kenaikan suku bunga acuan memberi tantangan tersendiri kepada bank digital. "Tantangannya adalah bagaimana bank digital itu dapat melakukan funding dengan cara yang tepat di tengah tren kenaikan suku bunga," ungkap Tirta.
Bank digital kemudian tercatat mampu meningkatkan dana murah mereka pada kuartal III/2022. Dana murah Bank Jago misalnya telah mendominasi struktur dana pihak ketiga (DPK) dengan porsi 71 persen.
Nilai dana murah Bank Jago tumbuh pesat dari Rp985 miliar per kuartal III/2021 menjadi Rp5,14 triliun per kuartal III/2022.
Bank Jago sendiri telah mencatatkan pertumbuhan DPK 186 persen yoy menjadi Rp7,28 triliun. Sedangkan, porsi DPK lainnya dari deposito hanya tumbuh 38 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Dengan semakin tebalnya dana murah, Bank Jago berhasil menurunkan cost of fund dari 3,3 persen per September 2021 menjadi 2 persen pada September 2022.
Direktur Utama Bank Jago Kharim Siregar mengatakan bahwa pertumbuhan pesat CASA itu terdorong oleh kolaborasi dengan berbagai ekosistem. “Bank Jago percaya kolaborasi adalah cara yang efektif untuk memberikan produk dan layanan keuangan kepada nasabah serta membuat kami bertumbuh cepat dan efisien,” katanya dalam siaran pers dikutip Bisnis pada bulan lalu (24/10/2022).
Selain Bank Jago, Allo Bank juga mencatatkan peningkatan nilai dana murah 12,66 persen yoy dari Rp247,9 miliar per kuartal III/2021 menjadi Rp279,3 miliar per kuartal III/2022. Penopang pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan tabungan sebesar 236 persen menjadi Rp257,02 miliar.
Meskipun, porsi dana murah Allo Bank masih kecil dibandingkan deposito yang mendominasi 93,14 persen dari struktur DPK. Total DPK Allo Bank mencapai Rp4,07 triliun, naik 84 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Adapun PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) mencatatkan peningkatan dana murah 100,4 persen yoy per September 2022 menjadi Rp3,39 triliun. Meskipun porsi dana murah terhadap DPK BBYB terbilang masih kecil dibandingkan deposito. BBYB sendiri berhasil mencatat kenaikan DPK 90 persen yoy menjadi Rp12,6 triliun per September 2022.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel