Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkap ancaman baru yang akan menambah risiko perlambatan ekonomi global pada tahun depan.
Perry mengatakan tren suku bunga tinggi secara global, terutama di negara maju, diperkirakan akan berlangsung lebih lama.
Hal ini dipicu oleh tingkat inflasi yang tinggi, misalnya di Amerika Serikat yang telah mencapai level di atas 8 persen, juga Inggris yang pada Oktober 2022 telah menembus level 11 persen.
Perry memperkirakan, suku bunga Amerika Serikat (AS) atau Fed Funds Rate (FFR) masih akan meningkat sebesar 50 basis poin pada Desember tahun ini, sehingga mencapai tingkat 4,5 persen.
“Suku bunga yang tinggi dan akan berlangsung lama, di AS kenaikan FFR terakhir 75 basis poin, menjadi 4 persen, kemungkinan pada Desember akan dinaikkan lagi 50 basis poin, sehingga menjadi 4,5 persen,” katanya dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (21/11/2022).
Tren kenaikan tersebut pun diperkirakan terus berlanjut pada tahun depan. Menurut Perry, kenaikan FFR baru akan mencapai puncaknya pada semester I/2022.
“Kami perkirakan tahun depan masih akan menaikkan kembali dari 4,5 menjadi 5 persen, ada yang perkirakan sampai 5,25 persen. Puncaknya mungkin di kuartal I, kuartal II, dan tidak akan segera turun, inilah interest yang disebut rate higher for longer, di Eropa dan Inggris juga begitu,” jelasnya.
Apalagi, Perry mengatakan, tren kenaikan inflasi saat ini lebih disebabkan oleh sisi supply, bukan dari sisi demand. Oleh karenanya, kenaikan suku bunga yang tinggi belum akan berdampak langsung pada penurunan.
“Tentu saja karena inflasinya dari sisi supply dan pangan, belum tentu inflasinya segera turun, sehingga kejar-kejaran antara menaikkan suku bunga dan inflasi tinggi,” tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel