Kadin Ingin Kenaikan Upah Minimum Sesuai Kondisi Sektoral

Bisnis.com,22 Nov 2022, 13:16 WIB
Penulis: Khadijah Shahnaz
Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid saat menyampaikan sambutan B20 Summit 2022 ddi Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Kabupaten Badung, Bali, Minggu (13/11/2022) - Tangkapan Layar Youtube B20 Indonesia 2022.

Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengatakan kenaikan upah minimum harus mempertimbangkan juga keberlangsungan usaha pada setiap sektor agar tidak kontraproduktif.

Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid mengapresiasi kebijakan pemerintah terkait dengan kenaikan upah minimum. Namun, harus disadari tidak semua sektor memiliki pertumbuhan dan iklim bisnis yang sama saat ini.

"Kebijakan kenaikan upah minimum pada satu periode sebaiknya menargetkan pada industri dengan laju pertumbuhan ekonomi terbesar atau winning industry pada periode tersebut. Jika tidak, kebijakan kenaikan upah tersebut akan memberatkan pelaku usaha," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (22/11/2022).

Dia tidak menampik bahwa tantangan ekonomi global yang dipicu oleh konflik geopolitik terus memicu lonjakan inflasi. Pada Oktober 2022, inflasi Indonesia telah mencapai 5,71 persen yang bakal berimbas pada kenaikan harga-harga bahan pokok dan daya beli masyarakat.

Di sisi lain, dengan tantangan yang sama, industri dalam negeri juga merasakan dampak yang berbeda-beda. Hal ini tecermin dari penurunan permintaan global yang berdampak pada ekspor Indonesia.

Kinerja ekspor tercatat turun 10,99 persen pada September tahun ini menjadi US$24,8 miliar dibandingkan pada bulan sebelumnya. Imbasnya, sektor industri padat karya sebagai penopang penyerapan tenaga kerja di Indonesia menjadi lesu darah karena permintaan yang menurun.

Seperti diketahui, melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 18/2022, pemerintah mengeluarkan kebijakan kenaikan upah minimum yang diberlakukan sejak 16 November 2022.

Berkaca pada pertumbuhan ekonomi pada triwulan III/2022, secara kumulatif pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi mengalami pertumbuhan hingga 11,38 persen dibandingkan industri makanan dan minuman yang hanya tumbuh sekitar 3,66 persen.

Namun, belakangan industri garmen melakukan sejumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perlambatan permintaan ekspor hingga 30-50 persen.

Arsjad menjelaskan, pemerintah perlu merumuskan kebijakan pengupahan yang lebih tertarget, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan karakter setiap sektor industri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini