Bisnis.com, JAKARTA – Industri asuransi meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mewujudkan peraturan terkait Coordination of Benefit (CoB), seiring dengan rencana Kemenkes yang ingin memperluas skema pembayaran biaya perawatan kesehatan masyarakat dilakukan BPJS Kesehatan dan asuransi swasta.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan bahwa kombinasi pembayaran biaya perawatan antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta dinilai perlu diwujudkan dalam bentuk peraturan, sehingga bentuk pelaksanaan dari CoB akan terlihat jelas saat diimplementasikan.
“Kombinasi asuransi ini kan untuk kebutuhan pihak-pihak yang membutuhkan, dan peraturannya disusun saja sehingga jelas pelaksanaannya seperti apa, karena kebutuhan orang berbeda-beda,” kata Iqbal kepada Bisnis, Rabu (23/11/2022).
Iqbal menuturkan bahwa sejatinya, program JKN-KIS berlandaskan tujuan untuk memberikan perlindungan pembiayaan kesehatan bagi semua kalangan. Dia menekankan bahwa peraturan tersebut sudah diatur di Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan. Dalam beleid tersebut disebutkan bahwa peserta mandiri terdiri dari 3 kelas, yakni kelas 1, kelas 2, dan kelas 3.
“Kalau mau menaikkan kelasnya itu sudah diatur di Permenkes 51/2018. Kelas 1 bisa naik 1 kelas di atasnya, kelas 2 bisa naik ke kelas 1 dan kelas 3 bisa naik ke kelas 2, kecuali PBI tidak bisa naik kelas,” ujarnya mengenai mekanisme CoB yang sudah berjalan saat ini.
Dengan aturan ini, nasabah yang berasal dari keluarga mampu dapat ikut iuran kelas 1, kemudian naik kelas dan bisa dijamin oleh asuransi kesehatan yang dimilikinya saat dirawat.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Umum Forum Asuransi Kesehatan Indonesia (Formaksi) Christian Wanandi menuturkan bahwa semua masyarakat Indonesia, baik dari golongan keluarga mampu maupun tidak mampu berhak mendapatkan layanan dari BPJS Kesehatan untuk berobat.
“Kami melihat semangat dari UU saja bahwa perlindungan kesehatan melalui BPJS untuk seluruh warga Indonesia. Tidak ada perbedaan antara orang yang mampu atau tidak,” katanya.
Pasalnya, Christian mengungkapkan bahwa pada dasarnya, iuran yang harus dibayarkan oleh peserta BPJS Kesehatan juga sudah dengan sangat jelas tercantum di dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan di bawahnya.
Jika merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, BPJS Kesehatan mengelompokkan besaran iuran terdiri dari peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP).
“Jadi sangat tidak tepat kalau masyarakat mampu tidak bisa menerima haknya sebagai peserta BPJS Kesehatan dan saya yakin pada prakteknya juga sangat jarang. Toh, juga terjadi subsidi silang pastinya, tapi bukan tidak boleh menerima haknya [layanan BPJS Kesehatan bagi golongan keluarga mampu],” pungkasnya.
Secara rinci, iuran BPJS Kesehatan kelas 1 adalah sebesar Rp150.000 per orang per bulan. Selanjutnya, iuran untuk kelas 2 sebesar Rp100.000 per orang per bulan, serta kelas 3 senilai Rp35.000 per orang per bulan.
Adapun untuk kelas 3, sebenarnya adalah Rp42.000, namun Rp7.000 per orang per bulan dibayar oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai bantuan iuran kepada peserta PBPU dan peserta BP.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa saat ini pemerintah bersama dengan perusahaan asuransi swasta tengah membahas rencana kombinasi pembayaran biaya perawatan kesehatan masyarakat untuk nasabah dari golongan keluarga mampu. Skemannya, menggabungkan antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Adapun, rencana tersebut akan segera dikeluarkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
“Ada PR yang harus dilakukan, kita harus mengkombinasikan antara asuransi swasta dengan asuransi BPJS. Itu yang sekarang Permenkes-nya mudah-mudahan juga kita keluarkan segera yang namanya Coordination of Benefit [CoB], yakni antara asuransi swasta dengan asuransi BPJS bisa dikombinasikan pembayaran maupun perhitungannya,” ungkap Budi dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan Menkes pada Selasa (22/11/2022).
Rencana ini dilakukan karena Menkes Budi mencurigai terdapat golongan dari keluarga mampu alias konglomerat yang menggunakan layanan BPJS Kesehatan untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Imbasnya, keuangan BPJS Kesehatan terbebani. Oleh karena itu, pemerintah akan mengkombinasikan asuransi swasta dengan BPJS Kesehatan bagi masyarakat golongan mampu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel